B
A B I P E N D A H U L U A N
1.1
Latar
Belakang
Pak Joko baru saja
membeli mobil BMW baru seri 7 yang berharga Rp 1,5 miliar. Dia sangat khawatir jika
terjadi sesuatu pada mobil barunya, seperti kecelakaan yang membutuhkan biaya
yang tinggi untuk perawatannya, atau dicuri yang membuat
mengalami kerugian besar. Kemungkinan yang seperti itu kelihatannya tidak
terlalu besar, karena dia sudah berhati-hati. Tetapi jika terjadi, kerugian
yang ditanggung sangat besar. Pak Joko memutuskan untuk membeli asuransi yang
mencakup pencurian dan kecelakaan.
PT Kelana merupakan
perusahaan taksi dengan armada taksi sekitar 200 mobil. Sebagai bagian operasi
taksi, PT Kelana menghadapi risiko yang seperti kecelakaan mobil, tabrakan
kecil, pencurian bagian mobil (misal spion). PT Kelana memutuskan untuk menahan
atau menanggung risiko tersebut
(risk rention). PT
Kelana memutuskan untuk tidak membeli asuransi umtuk meng-cover risiko tersebut. Sebagai gantinya, PT Kelana mencadangkan dana
sebesar tertentu secara periodik (1% dari total penjualan tahunan) yang bisa
dipakai
untuk mendanai kerugian jika risiko tersebut muncul (misal memperbaiki mobil
yang rusak karena kecelakaan). PT Kelana juga membuat aturan dan prosedur yang
ketat untuk menekan kemungkinan munculnya risiko tersebut, misal melalui training terhadap pengemudi taksi
(memarkir ditempat yang aman, tidak boleh ngebut).
Jika suatu organisasi
menghadapi risiko, alternatif apa saja yang bisa digunakan oleh organisasi? Bab ini
membicarakan beberapa alternatif untuk mengelola risiko. Ilustrasi diatas
menunjukkan beberapa alternatif pengelolaan risiko yang bisa diambil. Pak Joko
mmemutuskan untuk membeli asuransi (mentransfer risiko ke pihak lain).
Sementara PT Kelana memutuskan untuk menanggung sendiri (menahan, atau risk
retention) risiko yang dihadapinya. PT Kelana juga melakukan pengendalian
risiko (risk control) melalui program pelatihan terhadap
pengemudinya untuk mengurangi kemungkinana risiko tersebut.
Beberapa alternatif
bisa dipilih untuk mengelola risiko yang dihadapi, yaitu:
1. Penghindaran
Risiko (Risk Avoidance)
2. Pengendalian
Risiko (Risk Control)
3. Penanggungan atau Penahanan
Risiko (Risk Retention)
4. Pengalihan
Risiko (Risk Transfer)
Organisasi bisa
memilih salah satu alternaatif tersebut atau menggabungkan beberapa alternatif
di atas. Jika
memilih menggunakan beberapa alternatif, maka organisasi harus menentukan kombinasi
alternatif pengelolaan risiko yang optimal.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Penghindaran Risiko?
2.
Apa
yang dimaksud Risk Retention?
3.
Apa
yang dimaksud dengan Risk Transfer?
4.
Bagaimana
Keputusan Memilih Alternatif Manajemen Risiko?
5.
Bagaimana
dengan Pengendalian Risiko?
1.3 Tujuan Masalah
1.
Bagaimana
Penghindaran Risiko?
2.
Apa
yang dimaksud Risk Retention?
3.
Apa
yang dimaksud dengan Risk Transfer?
4.
Bagaimana
Keputusan Memilih Alternatif Manajemen Risiko?
5.
Bagaimana
dengan Pengendalian Risiko?
B A B II P E M B A H A S A N
2.1
PENGHINDARAN
RISIKO
Jika memungkinkan,
risiko yang tidak perlu, risiko yang bisa dihilangkan tanpa ada pengaruh
negatif terhadap pencapaian tujuan, bisa dihindari. Misalkan saja perusahaan
mempunyai dua pilihan untuk gudangnya, satu didaerah rawan banjir, yang lainnya di daerah
rawan banjir. Jika segala sesuatunya sama (misal harga sewanya sama),
perusahaan seharusnya memilih gudang yang di daerah aman banjir. Dalam kebanyakan
situasi, risiko tidak bisa dihindari.
Perusahaaan secara sengaja melakukan aktivitas bisnis tertentu untuk memperoleh
keuntungan. Dalam melakukan aktivitas bisnis tersebut, perusahaan menghadapi
risiko yang berkaitan dengan aktivitas tersebut. Karena itu risiko semacam itu
tidak bisa dihindari.
2.2
RISK RETENTION
Alternatif lain dari
manajemen risiko adalah perusahaan menanggung sendiri risiko yang muncul
(menahan risiko atau risk retention).
Jika risiko benar-benar terjadi, perusahaan tersebut harus menyediakan dana
untuk menanggung risiko tersebut. Contoh taksi PT Kelana pada awal bab ini
menunjukkan bahwa PT Kelana memilih untuk menahan risiko operasi kendaraannya.
Dalam contoh tersebut
PT Kelana secara sadar merencanakan untuk menahan risiko tersebut.
2.2.1
Penahanan
Yang Direncanakan Dan Yang Tidak Direncanakan
Penahanan
risiko bisa terjadi secara terencana dan tidak terencana. Jika
suatu perusahaan mengevaluasi risiko-risiko yang ada, kemudian memutuskan untuk
menahan sebagian atau seluruh risiko, maka perusahaan tersebut menahan risiko dengan
terencana. Pada situasi lain, perusahaan tidak sadar akan adanya risiko yang
dihadapinya. Perusahaan tidak melakukan apa-apa. Dalam situasi tersebut
perusahaan menahan risiko dengan tidak terencana. Sebagai contoh, suatu
perusahaan membuat produk tertentu. Tapi perusahaan tersebut tidak menyadari
bahwa produk tersebut bisa memunculkan risiko gugatan oleh konsumen terhadap
perusahaan. Perusahaan secara tidak terencana menahan risiko gugatan tersebut.
2.2.2
Pendanaan
Risiko
Yang Ditahan
Risiko
yang ditahan bisa didanai dan bisa juga tidak didanai. Jika perusahaan tidak
menetapkan pendanaan yang khusus ditujukan untuk mendanai risiko
tertentu, jika risiko tersebut muncul, maka risiko tersebut tidak didanai.
Dalam beberapa situasi, alternatif tersebut merupakan pilihan yang masuk akal. Sebagai
contoh, supermarket tidak mendanai
risiko pencurian oleh pembeli supermarket.
Supermarket tersebut beranggapan
bahwa pencurian oleh pembeli merupakan bagian dari bisnis supermarket sehingga tidak perlu dibuat pendanaan yang khusus.
Pencurian tersebut bisa dimasukkan kedalam biaya operasional. Tetapi jika
kerugian yang timbul akibat risiko tersebut sangat besar, maka perusahaan bisa
mengalami kesulitan jika harus membiayai kerugian tersebut.
Dalam
situasi tersebut, perusahaan bisa mendanai risiko tersebut. Pendanaan bisa
dilakukan melalui beberapa cara, seperti menyisihkan dana cadangan, self-insurance, dan captive insurers.
A.
Dana
Cadangan
Perusahaan
menyisihkan dana tertentu secara periodik yang ditujukan untuk membiayai
kerugian akibat dari risiko tertentu. Dalam contoh dibagian awal, PT Kelana
menyisihkan dana sebesar 1% dari pendapatan untuk membiayai kerugian kecelakaan
mobil taksinya. Yang
perlu diperhatikan adalah persoalan akuntansinya, yaitu memungkinkan atau
tidak, jika memungkinkan bagaimana atuaran dan nama rekening untuk dana cadangan
kerugian semacam itu. Perusahaan bisa juga menyiapkan dana cadangan dalam
bentuk memegang aset yang likuid (misal kas) yang disiapkan untuk membiayai
kerugian jika risiko terjadi. Perusahaan juga bisa membangun akses ke pasar
keuangan yang baik sehingga jika terjadi kerugian, perusahaan bisa memperoleh
dana dari pasar keuangan, meskipun biasanya bank tidak memberikan pinjaman
untuk kerugian akibat terjadinya
risiko (misal
akibat kebakaran).
B. Self-Insurance
dan Captive Insurers
Pengelolaan
dana bisa ditingkatkan lagi menjadi semacam asuransi untuk internal perusahaan
sendiri (self-insurance). Meskipun
ada keberatan karena
istilah self-insurance disini tidak
mengindikasikan adanya
transfer risiko ke pihak luar. Risiko masih berada di perusahaan. Dengan self-insurance perhitungan dilakukan
lebih teliti untuk menentukan berapa besarnya premi yang harus disisihkan,
berapa besarnya tanggungan
yang bisa diberikan. Kerugian yang terjadi lebih besar dari tanggungan
maksimum, bisa dialihkan ke
pihak luar (misal diasuransikan). Self-insurance bisa dilakukan jika (1) eksposur di perusahaan cukup
besar, sehingga skala ekonomisnya bisa dicapai, (2) Risiko bisa diprediksi
dengan baik.
Captive insurers
dilakukan dengan mendirikan anak perusahaan asuransi yang menjadi bagian dari
perusahaan. Risiko dalam perusahaan bisa diasuransikan ke captive insurers tersebut. Captive
insurers tersebut juga bisa menjual asuransi ke pihak eksternal
(perusahaan lain). Timbul pertanyaan apakah manfaat captive insurers semacam itu, karena risiko tidak ditransfer ke
pihak luar? Risiko
masih ditanggung sendiri oleh perusahaannya. Ada beberapa alasan kenapa captive insures
menjadi menarik, diantaranya: (1) dibeberapa negara, perlakuan pajak sedemikian
rupa sehingga menguntungkan untuk membuat captive
insurers (pajak bisa dibayarkan lebih kecil), (2) kontrak asuransi
menjadi lebih fleksibel
karena praktis berurusan dengan pihak internal. Kadang-kadang manajer captive insurers sekaligus menjadi
manajer perusahaan. Dalam hal ini, asimetri informasi dan problem keagenan yang
terjadi antara pihak internal dengan eksternal bisa dihilangkan. Sebagai
contoh, karena manajer risiko sekaligus menjadi manajer captive insurers, maka premi yang dibayarkan tidak akan lebih mahal
dibandingkan kalau membeli asuransi dari pihak luar.
2.3
RISK TRANSFER
Alternatif lain dari manajemen risiko adalah memindahkan
risiko ke pihak lain (mentransfer risiko kepihak lain). Pihak lain tersebut biasanya mempunyai
kemampuan yang lebih baik untuk mengendalikan risiko, atau mempunyai keahlian
untuk melakukan manajemen risiko lebih baik.
Risk
transfer bisa dilakukan melalui beberapa cara:
1) Asuransi
2) Hedging
3) Incorporated
(membentuk perseroan terbatas)
4) Teknik lainnya
1. Asuransi
Asuransi merupakan metode transfer risiko
yang paling umum, khususnya untuk risiko murni (pure risk). Asuransi adalah kontrak perjanjian antara yang
diansuransikan (insured) dan
perusahaan asuransi (insurers), di
mana insurers bersedia memberikan
kompensasi atas
kerugian yang dialami pihak yang diasuransikan, dan pihak pengasuransi (insurer) memperoleh premi asuransi
sebagai balasannya.
Empat dalam hal diperlukan dalam
asuransi: (1) perjanjian
kontrak, (2) pembayaran
premi, (3) Tanggungan (benefit) yang dibayarkan jika terjadi
kerugian seperti yang disebutkan dalam kontrak, dan (4) penggabungan (pool) sumber daya oleh perusahaan
asuransi yang diperlukan untuk membayar tanggungan.
Bisnis asuransi didasarkan pada prinsip
pengumpulan (pool) sumber daya,
bukannya mengumpulkan risiko. Melalui premi yang diterima oleh perusahaan
asuransi, perusahaan bisa
mengumpulkan sumber daya, sehingga bisa memperkecil probabilitas tidak bisa
memenuhi kewajibannya. Penggabungan risiko untuk memperkecil probabilitas
ketidakmampuan membayar kewajiban mensyaratkan hubungan yang rendah (atau
negatif) sehingga risiko tersebut akan saling menghilangkan. Penggabungan risiko
semacam itu merupakan prinsip diversifikasi, bukannya asuransi. Risiko yang
bisa ditanggung oleh asuransi cukup beragam. Berikut ini beberapa contoh
risiko-risiko tersebut:
(1) Risiko kecelakaan kerja, (2) Risiko kematian, (3) Risiko tabungan
tidak
terbayar oleh bank (asuransi deposito), (4) Risiko kebakaran atau kerusakan property
2.
Hedging
Hedging atau
lindung nilai pada dasarnya mentransfer risiko kepada pihak lain yang lebih
bisa mengelola risiko lebih baik melalui transaksi instrumen keuangan. Sebagai
contoh, perusahaan Indonesia
mempunyai kewajiban untuk membayar cicilan hutang dalam dolar AS tiga bulan
mendatang. Perusahaan tersebut menghadapi risiko turunnya nilai rupiah terhadap
dolar AS, atau naiknya nilai dolar AS terhadap rupiah. Jika hal tersebut
terjadi, maka perusahaan tersebut harus menyediakan rupiah yang lebih banyak,
dan bisa menyebabkan perusahaan tersebut mengalami kesulitan keungan
(ingat kasus perusahaan Indonesia
yang mempunyai hutang dalam dolar, kemungkinan bangkrut ketika rupiah jatuh
nilainya terhadap dolar pada saat krisis ekonomi turun tahun 1997).
Untuk menghindari risiko turunnya nilai
rupiah terhadap dolar, perusahaan tersebut bisa melakukan hedging dengan beberapa cara, misalnya membeli kontrak forward $
atau future $ dengan posisi long. Forward
$ atau futures dolar merupakan instrumen keuangan
yang dinamakan instrumen derivatif. Struktur pay-off dari instrumen derivatif beli dolar forward
$ atau futures $ long adalah
sedemikian rupa
jika rupiah melemah terhadap dolar maka pemilik kontrak tersebut akan
memperoleh keuntungan. Keuntungan tersebut bisa
dipakai untuk mengkompensasi kerugian dari posisi awalnya (kewajiaban untuk
menyediakan dolar tiga bulan mendatang).
Dengan demikian cara kerja hedging mirip dengan asuransi, yaitu
jika kita rugi karena risiko tertentu,
kita memperoleh kompensasi dari kontrak lainnya. Jika di asuransi,
asuransi di berikan oleh persahaan asuransi. Sedangkan hedging dengan instrumen derivatif, kompensasi di
berikan oleh pihak lain (counter
party) yang menjual kontrak derivatif tersebut.
3.
Incorporated
Incorporated
atau membentuk perseroan terbatas merupakan alternatif tranfer risiko, karena kewajiban
pemegang saham
dalam perseroan terbatas hanya terbatas pada modal yang di setorkan. Kewajiban
tersebut tidak akan sampai ke kekayaan pribadi. Secara efektif,
sebagian risiko perusahaan di transfer ke pihak lain, dalam hal ini biasanya kreditur (pemegang hutang).
Jika perusahaan bangkrut, maka pemegang saham dan pemegang hutang akan menanggung risiko
bersama, meskipun
dengan tingkatan yang berbeda. Pemegang hutang biasanya mempunyai prioritas yang
lebih tinggi
di bandingkan dengan pemegang saham. Misalkan perusahaan bangkrut, asetnya di
jual, hasil penjualan aset tesebut akan di berikan ke pemegang hutang. Jika
masih ada sisa, pemegang
saham baru bisa memperoleh bagiannya. Tetapi kewajiban pemegang saham tidak
akan sampai di harta pribadinya.
Secara umum,
mekanisme semacam itu yang terjadi, meskipun dalam situasi
khusus, kewajiban
pemegang saham bisa
sampai ke kekayaan
pribadinya.
4. Teknik Lainnya
Selain
teknik transfer risiko yang disebutkan di atas, ada banyak teknik transfer
risiko lainnya. Berikut ini ada beberapa contoh bagaimana teknik transfer
risiko bisa digunakan dalam situasi tertentu. Misal perusahaan penjual komputer
notebook ingin menghindari risiko
perubahan kurs. Biasanya komputer notebook
diimpor atau banyak komponennya yang diimpor dari luar negeri. Jika harga
ditetapkan dalam rupiah, maka harga akan berfluktuasi mengikuti perubahan kurs.
Jika rupiah melemah terhadap dolar, maka harga notebook akan naik, dan sebaliknya. Fluktuasi harga tersebut
membuat ketidakpastian menjadi tinggi. Penjual komputer notebook biasanya mentransfer risiko perubahan kurs ke pembeli
dengan cara menetapkan harga notebook dalam dolar AS, bukannya rupiah.
Contoh
lain, misalnya PT AAA memperoleh tender untuk
membangun gedung tertentu. Kemudian dia mensubkontrakkan pengerjaan listrik ke
PT BBB. PT AAA bisa menyiapkan kontrak yang mengatakan bahwa jika terjadi
kerusakan atau kecelakaan yang berasal dari listrik, maka PT BBB yang akan
menanggung risiko tersebut. Dalam hal ini risiko ditransfer dari PT AAA ke PT
BBB.
2.4 KEPUTUSAN MEMILIH ALTERNATIF MANAJEMEN RISIKO
Secara umum jika risiko mempunyai frekuensi yang sering dengan severity yang rendah, maka alternatif risiko ditahan
merupakan alternatif yang paling optimal. Jika risiko mempunyai frekuensi yang
kecil tetapi mempunyai severity yang
besar, maka alternatif ditransfer merupakan alternatif yang optimal. Jika
frekuensi dan severity tinggi, maka
perusahaan bisa berpikir untuk menghindari risiko tersebut. Tabel berikut ini
meringkaskan alternatif risiko tersebut.
Tabel 13.1.
Alternatif Manajemen Risiko
Frekuensi (Probabilitas)
|
Severity (Keseriusan)
|
Teknik Yang Dipilih
|
Rendah
|
Rendah
|
Ditahan
|
Tinggi
|
Rendah
|
Ditahan
|
Rendah
|
Tinggi
|
Ditransfer
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Dihindari
|
Beberapa ilustrasi bisa diberikan di sini. Risiko kecelakaan mobil dari
perspektif individu mempunyai ciri frekuensi rendah, dengan tingkat severity yang tinggi. Untuk risiko
semacam itu, alternatif ditransfer merupakan alternatif yang optimal. Karena
itu akan lebih jika individu membeli asuransi kecelakaan mobil dibandingkan
menahan risiko tersebut. Risiko kebakaran atau terkena serangan badai mempunyai
ciri frekuensi rendah dengan severity yang
tinggi. Untuk jenis risiko tersebut, alternatif transfer risiko merupakan alternatif
yang optimal.
Tentunya besar kecil severity
dan frekuensi bersifat relatif, tergantung dari sudut pandang tertentu. Sebagai
contoh, kerugian sebesar Rp 1 miliar bagi perusahaan kecil akan terlihat sangat
besar, tetapi bagi perusahaan besar, angka tersebut merupakan angka yang kecil.
Di samping itu, alternatif-alternatif tersebut tidak saling menghilangkan.
Perusahaan bisa menggunakan kombinasi alternatif risiko. Sebagai contoh,
perusahaan mengasuransikan kerugian dari kebakaran di atas angka Rp 1 miliar.
Di bawah angka tersebut, perusahaan bersedia menanggung (menahan) risiko
tersebut. Perusahaan berarti menggunakan alternatif menahan dan sekaligus
mentransfer risiko.
Di samping itu, penggunaan alternatif-alternatif tersebut perlu
dilengkapi dengan pengendalian risiko. Pengendalian risiko berkaitan dengan alternatif-alternatif
risiko seperti terlihat berikut ini. Untuk alternatif menahan risiko, maka
pengendalian risiko menjadi penting dilakukan. Pengendalian risiko yang baik bisa
memperkecil risiko, sehingga alternatif menahan risiko menjadi lebih layak.
Untuk alternatif mentransfer risiko bisa menurunkan harga yang dibayar untuk
mentransfer risiko tersebut. Sebagai contoh, perusahaan bisa mencoba
mengendalikan risiko kebakaran bangunan dengan jalan memasang alarm kebakaran
dan tabung pemadam kebakaran di bangunan tersebut. Jika hal tersebut dilakukan,
premi untuk asuransi kebakaran bisa diturunkan. Bagian berikut ini membicarakan
pengendalian risiko.
2.5 PENGENDALIAN RISIKO
Untuk risiko yang tidak bisa dihindari, organisasi perlu melakukan
pengendalian risiko. Dengan menggunakan dua dimensi, probabilitas dan severity, pengendalian risiko bertujuan
untuk mengurangi probabilitas munculnya kejadian, mengurangi tingkat keseriusan
(severity), atau keduanya.
Agar bisa mengendalikan risiko lebih baik, pemahaman terhadap
karakteristik risiko perlu dilakukan. Dalam upaya memahami risiko tersebut ada
beberapa teori yang ingin menelusuri penyebab munculnya risiko. Dua teori
dibicarakan dalam bagian ini yaitu teori domino dan teori rantai risiko.
1. Teori Domino (Heinrich, 1959)
Menurut
teori ini, kecelakaan bisa dilihat sebagai urutan lima tahap seperti
digambarkan dalam kartu domino berikut ini. Jika salah satu kartu jatuh, maka
akan mendorong kartu kedua jatuh, dan seterusnya sampai kartu domino terakhir
jatuh (ingat permainan merubuhkan deretan kartu domino).
Bagan
13.1. Kartu Domino
Lingkungan &
bawaan
|
Kesalahan (fault)
|
Tindakan yang
ceroboh atau Fisik yang
rentan (physical hazard)
|
Cedera
|
kecelakaan
|
1. Lingkungan
sosial dan faktor
bawaan yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu (misal mempunyai temperamen tinggi sehingga
gampang marah )
2. Personal
fault (kesalahan individu), dimana
individu tersebut tidak mempunyai respon yang tepat (benar) dalam situasi
tertentu
3. Unsafe act or physical
hazard (tindakan yang berbahaya atau kondisi
fisik yang berbahaya)
4. Kecelakaan
5. Cedera
Sebagai contoh adalah kecelakaan kerja yang dialami
seseorang. Misalkan orang itu mempunyai temperamen tinggi karena tumbuh dewasa
di lingkungan keras (faktor
pertama). Kemudian orang tersebut tidak suka mendengarkan saran orang lain atau
tidak suka memperhatikan kondisi sekitarnya (faktor kedua). Kemudian
orang tersebut bekerja di
lingkungan mesin atau bangunan yang rentan terhadap munculnya
risiko kecelakaan kerja (faktor ketiga). Tiga faktor tersebut
cukup potensial untuk memunculkan terjadinya kecelakaan. Misalkan kecelakaan
terjadi, dan orang tersebut (dan barangkali orang lain disekitarnya) mengalami
cedera.
Penelitian oleh Heinrich
menunjukan bahwa faktor
ketiga (tindakan yang berbahaya) menjadi penyebab utama dari kecelakaan kerja
(sekitar 88%). Beberapa contoh tindakan yang berbahaya adalah bekerja tanpa alat
pengaman yang memadai (misal mengecet gedung lantai 14 tanpa alat pelindung
jika jatuh),
teman kerja yang mengganggu konsentrasi kerja, peralatan yang tidak digunakan
sebagaimana mestinya. Berdasarkan hasil tersebut, pengendalian risiko yang
efektif bisa dilakukan dengan memfokuskan pada faktor ketiga (menghilangkan
tindakan yang berbahaya, menghilangkan kondisi fisik yang rentan terhadp risiko).
2.
Rantai
Risiko
(Risk Chain)
Menurut Mekhofer, 1987, risiko yang
muncul bisa dipecah ke dalam beberapa komponen :
1. Hazard
(kondisi yang mendorong terjadinya risiko)
2. Lingkungan
di mana hazard tersebut berada
3. Interaksi
antara hazard dengan lingkungan
4. Hasil
dari interaksi
5. Konsekuensi
dari hasil tersebut
Sebagaimana contoh, di
gudang yang banyak bahan mudah terbakar (misal kertas) terdapat kompor dengan
menggunakan minyak tanah. Gudang adalah lingkungannya, sedangkan kompor
tersebut adalah hazard. Kompor dengan
menggunakan minyak tanah meningkatkan risiko kebakaran (hazard). Interkasi antara gudang dengan kompor didalamnya akan
semakin meningkatkan risiko kebakaran, sehingga suatu saat terjadi kebakaran, (faktor ke empat).
Konsekuensi dari kebakaran tersebut adalah kerugian yang cukup signifikan.
Dengan melihat komponen risiko terebut,
manajer risiko bisa mengatasi risiko melalui cara menghilangkan hazard. Dalam contoh di atas, kompor
minyak tanah bisa diganti dengan kompor listrik. Lingkungan bisa dibuat lebih
tahan terhadap munculnya risiko, misal dengan menyingkirkan bahan-bahan yang
mudah terbakar. Dengan kompor listrik dan lingkungan yang bersih dari bahan
yang mudah terbakar, interaksi antara keduanya menjadi lebih kecil kemungkinan
untuk terjadi. Konsekuensi dari hasil (kebakaran dalam hal ini) yang berupa
kerugian bisa dikurangi misal dengan membuat tembok lebih tahan api, sehingga
kebakaran pada ruang tersebut tidak akan mudah menjalar ke ruangan lainnya.
3.
Fokus
dan Timing Pengendalian Risiko
a) Fokus
Pengendalian Risiko
Pengendalian
risiko bisa difokuskan pada usaha mengurangi kemungkinan (probability) munculnya risiko dan mengurangi keseriusan (severity) konsekuensi risiko tersebut.
Sebagai contoh, mengganti kompor minyak tanah dengan kompor listrik bisa
mengurangi kemungkinan risiko kebakaran. Memakai peralatan pengaman selama
kerja bisa mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Sebaliknya,
memasang alat pemadam kebakaran di gedung merupakan contoh usaha untuk
mengurangi keseriusan risiko. Perhatikan bahwa alat pemadam kebakaran tidak
mencegah terjadinya kebakaran, tetapi kebakaran bisa dengan cepat dipadamkan,
sehingga kerugian akibat kebakaran tersebut bisa diminimalkan. Memasang airbag (kantong udara) di mobil
merupakan contoh upaya untuk mengurangi severity
kecelakaan mobil. Perhatikan bahwa kantong udara tersebut tidak mencegah
terjadinya kecelakaan.
Pemisahan (separation)
dan duplikasi (duplication) merupkan
dua bentuk umum metode untuk mengurangi keseriusan risiko. Contoh pemisahan
adalah menyebar operasi perusahaan, sehingga jika terjadi kecelakaan kerja, karyawan yang menjadi korban
akan terbatas. Contoh lain, perusahaan mempunyai aturan direktur utama dan
wakil direktur tidak boleh berada pada satu pesawat terbang. Jika terjadi
kecelakaan pada salah satu pesawat, maka yang lain masih bisa hidup dan
menggantikan yang lainnya. Duplikasi dilakukan dengan cara menyimpan produk
yang serupa atau mirip di tempat yang terpisah. Sebagai contoh, kita barangkali
akan menyimpan file yang penting di
beberapa tempat, di hard-disk PC kita
di kantor, di hard-disk notebook kita,
dan di flash disk atau CD. Jika salah
satu file mengalami kerusakan atau
serangan virus, file lain (di tempat
lain) masih bisa diselamatkan.
Tentunya kita bisa menggunakan metode mengurangi
kemungkinan munculnya risiko dengan pengurangan severity secara bersamaan. Sebgai contoh, dokter ahli bedah belajar
metode baru dalam pembedahan yang lebih canggih dan lebih aman. Dengan metode
baru tersebut, dokter tersebut bisa mengurangi probabilitas terkena risiko
digugat akibat mal-praktik, dan juga sekaligus menurunkan severity tuntutan jika risiko gugatan terjadi.
b)
Timing Pengendalian Risiko
Dari sisi timing
(waktu), pengendalian risiko bisa dilakukan sebelum, selama, dan sesudah
risiko terjadi. Sebagai contoh, perusahaan bisa melakukan training untuk karyawannya mengenai peraturan, produser, dan teknik
untuk menghindari kecelakaan kerja. Karena aktivitas sebelum risiko terjadi.
Pengendalian risiko juga bisa dilkukan pada saat
terjadinya risiko. Sebagai contoh, kantong udara pada mobil secara otomatis
akan mengembang jika terjadi kecelakaan. Pengendalian risiko bisa juga
dilakukan setelah risiko terjadi. Sebagai contoh, perusahaan bisa mengelola
nilai sisa dari bangunan yang terbakar, atau memperbaiki mobil yang rusak
karena kecelakaan kemudian bisa dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi.
Jika hal semacam itu bisa dilakukan, maka kerugian (severity) bisa dikurangi.
B
A B III P E N U T U P
3.1
Kesimpulan
Secara umum
alternatif manajemen risiko yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah:
1. Penghindaran
Risiko (Risk Avoidance)
2. Penanggungan
atau
Penahanan Risiko (Risk Rentetion)
3. Pengalihan
Risiko (Risk Transfer).
Penghindaran risiko
berarti kita menghindari risiko tersebut. Alternatif ini dalam
beberapa situasi tidak optimal,
karena
dalam beberapa situasi kita harus dapat menanggung risiko untuk memperoleh
keuntungan.
Erat kaitannya dengan alternatif tersebut adalah
pendanaan risiko. Alternatif lainnya adalah
menanggung risiko itu sendiri (risk retention). Tergantung
karakteristik risikonya,
alternatif ini bisa menjadi altentif yang optimal. Sebagai contoh: jika perusahaan taksi mempunyai
armada yang cukup banyak,
kemudian risiko kerusakan mobil karena kecelakaan bisa
diperhitungkan dan relatif kecil,
maka barangkali akan lebih optimal jika perusahaan tersebut
menanggung sendiri risiko tersebut. Jika risiko tersebut menimbulkan
kerugian yang sangat besar,
maka altenatif transfer risiko menjadi alteranatif yang
lebih optimal.
Erat kaitannya dengan altenatif-alternatif itu adalah
pengendalian risiko dan pendanaan risiko. Pengendalian risiko itu
merupakan upaya-upaya untuk mengendalikan risiko. Sebagai contoh, untuk mengendalikan risiko
kebakaran di gudang,
perusahaan bisa menyiapkan tabung kebakaran ditiap lorong, menyiapkan detektor
asap di setiap
ruangan. Pendanaan
risiko adalah bagaimana mendanai risiko. Sebagai contoh, jika terjadi
kebakaran, bagaimana
membiayai kerusakan akibat kebakaran tersebut. Pengendalian dan
pendanaan risiko bisa dilakukan
berbarengan dengan teknik manajemen risiko lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar