Kamis, 02 Juli 2015

risiko perubahan tingkat bunga



B A B I  P E N D A H U L U A N

1.1    Latar Belakang
Saving dan Loan (dikenal juga sebagai thrift) merupakan lembaga bank community based (memfokuskan pada masyarakat lokal ) yang ada sudah sejak tahun 1800-an. Lembaga tersebut diatur dengan ketat sampai tahun 1980-an. Beberapa peraturan tersebut adalah pembatasan tingkat bunga yang bisa ditawarkan ke deposan. Peraturan tersebut juga mencakup tipe pinjaman yang bisa ditawarkan yang terbatas. Pada tahun 1970-an, banyak bank di AS, termasuk S&L mengalami aliran kas keluar karena adanya persaingan dari instrumen money-market fund, yang memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi. Pada saat yang sama, dan bank banyak yang tertanam di hipotik (mortagage, misal kredit rumah atau KPR) yang mempunyai waktu yang panjang. Pada saat tingkat bunga naik, nilai aset tersebut menjadi turun.
Pada masa kepresidenan Jimmy Carter, peraturan terhadap S&L diperlonggar, sehingga S&L bisa memberikan kredit yang lebih bervariasi. Kongres juga meningkatkan batas deposito yang bisa diasuransikan dari $40.000 menjadi $100.000 per-rekening. Pada masa kepresidenan Reegan,deregulasai S&L semakin cepat, sehingga S&L bisa menyamai bank: bisa menawarkan deposito dengan tingkat bunga sesuai pasar, pinjam dari Federal Reserve (bank sentral), memberikan kredit komersial, dan mengeluarkan kartu kredit. Hal tersebut merupakan penyimpangan dari misi awal S&L.
Deregulasi tersebut membuat pengawasan terhadap S&L lemah. Di samping itu S&L terdorong untuk memberikan lebih banyak pinjaman yang terlalu berisiko, pinjaman dimana mereka tidak punya keahlian untuk mengevaluasinya. Pinjaman mortagage banyak yang didasarkan pada bunga tetap dengan jangka waktu panjang. Dalam situasi ini, keahlian bank untuk memperkirakan tingkat bunga di masa mendatang menjadi penting. Jika bank under-istimate tingkat bunga dimasa mendatang, tingkat bunga tetap dibebankan pada nasabah menjadi  terlalu rendah. Jika tingkat bunga meningkat, bank tersebut akan mengalami kerugian. Nampaknya situasi semacam itulah yang terjadi. Inflasi di Amerika Serikat pada tahun 1980-an meningkat tajam, yang mengakibatkan kenaikan tingkat bunga. Kenaikan tingkat bunga tersebut menyebabkan kehancuran banyak S&L.
Beberapa faktor lain disebut juga sebagai penyebab krisis S&L, antara lain: harga properti yang berfluktuasi tinggi, deregulasi, kurangnya pengawasan dari lembaga yang berwenang, kesalahan manajemen, dan dalam beberapa situasi kejahatan (fraud). Sekitar 1.000 S&L mengalami kebangkrutan. Biaya total dari krisis tersebut diperkirakan mencapai $150miliar, sekitar $125miliar ditanggung langsung oleh pemerintah Amerika Serikat, yang menyebabkan membengkaknya defisit anggaran pada awal tahun 1990-an.
Ilustrasi diatas menunjukkan bahwa kegagalan mengelola risiko perubahan tingkat bunga bisa mengakibatkan kehancuran bank. Bank terutama rentan terhadap risiko perubahan tingkat bunga karena alasan akan terlihat setelah membacanya.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Karakteristik Risiko Perubahan Tingkat Bunga?
2.       Apa yang dimaksud dengan Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga: Metode Penilaian Kembali (Repricing Model)?
3.      Apa yang dimaksud dengan Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga: Metode Jangka Waktu (Maturity Model)?
4.      Apa yang dimaksud dengan Pengukuran Risko Perubahan Tingkat Bunga: Metode Durasi (Duration Model)?

1.3    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui  Karakteristik Risiko Perubahan Tingkat Bunga.
2.       Untuk mengetahui Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga: Metode Penilaian Kembali (Repricing Model).
3.      Untuk mengetahui Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga: Metode Jangka Waktu (Maturity Model).
4.      Untuk mengetahui Pengukuran Risko Perubahan Tingkat Bunga: Metode Durasi (Duration Model).







B A B II  P E M B A H A S A N

2.1    KARAKTERISTIK RISIKO PERUBAHAN TINGKAT BUNGA
Perubahan tingkat bunga bisa menyebabkan perusahaan menghadapi dua tipe risiko :
1.      Risiko perubahan pedapatan : pendapatan bersih (hasil investasi dikurangi biaya) berubah yaitu berkurang dari yang diharapkan.
2.      Risiko perubahan nilai pasar : nilai pasar berubah karena perubahan tingkat bunga, yaitu berubah menjadi lebih kecil (turun nilainya).
 Risiko Perubahan Pendapatan
Perubahan tingkat bunga bisa menyebabkan perubahan pendapatan (menjadi lebih sedikit). Ada dua jenis risiko yang dihadapi oleh perusahaan berkaitan dengan perubahan pendapatan, yaitu risiko penginvestasian kembali dan risiko pendanaan kembali.
Risiko Penginvestasian Kembali
Misalkan perubahan mempunyai struktur aset sebagai berikut:
Aset
Pasiva
Obligasi jangka panjang waktu 1 tahun, bunga 12% pertahun
Obligasi jangka waktu 2 tahun, dengan bunga 10% pertahun, selama 2 tahun.

Untuk tahun pertama, perusahaan tersebut memperoleh penghasilan bunga sebesar  12% dan membayar kewajiban sebesar 10%. Dengan demikian perusahaan tersebut memperoleh spread (keuntungan) sebesar 2% (12% - 10%). Bagaimana dengan tahun kedua? Untuk tahun kedua, keuntungan perusahaan akan tergantung dari tingkat bunga investasi obligasi pada tahun kedua. Bagan berikut ini menggambarkan situasi diatas .
Investasi 12%                                                  Re-investasi (??)                                                                                                                                                                                                                                                                     
                                                                                                                                                Pendanaan 10%                                                     Pendanaan 10%         
Kentungan tahun kedua akan tergantung dari tingkat bunga investasi yang akan diperoleh pada tahun kedua. Jika perusahaan bisa memperoleh tingkat bunga sebesar 12% (sama dengan tahun sebelumnya), maka perusahaan tetap akan memperoleh keuntungan. Jika tingkat bunga penginvestasian kembali pada tahun kedua turun menjadi 8% maka perusahaan akan memperoleh kerugian sebesar 2% (spread negatif sebesar 2%). Risiko  yang dihadapi perusahaan dalam situasi tersebut adalah risiko penginvestasian kembali (reinvesment risk).
Risiko Pendanaan Kembali
Risiko pendanaan kembali merupakan kebalikan dari risiko penginvestasian kembali. Misalkan perusahaan mempunyai struktur aset berikut ini :
Aset
Pasiva
Obligasi jangka waktu 2 tahun, bunga 12% pertahun.
Obligasi jangka waktu 1 tahun, dengan bunga 10% pertahun.

Sama seperti sebelumnya, untuk tahun pertama, perusahaan tersebut memperoleh penghasilan bunga sebesar 12%, dan membayar kewajiban sebesar 10%. Dengan demikian perusahaan tersebut memperoleh spread (keuntungan) sebesar 2% (12% - 10%). Bagaimana dengan tahun kedua? Untuk tahun kedua, keuntungan perusahaan akan tergantung dari tingkat bunga obligasi yang dipakai untuk menandai investasi pada tahun kedua. Bagan berikut menggambarkan situasi diatas :
Investasi 12%                                                  Re-investasi (12%)                                                                                                                                                                                                                                                                                         
0                                                             1                                                                     2
               Pendanaan 10%                                                          Pendanaan Kembali (??)
                                                                                                                                   
0                                                             1                                                                      2
Keuntungan tahun kedua akan tergantung dari tingkat bunga pendanaan yang akan diperoleh pada tahun kedua. Jika perusahaan bisa memperoleh tingkat bunga besar 10% (sama dengan tahun sebelumnya), maka perusahaan tetap akan memperoleh keuntungan. Jika tingkat bunga pendanaan kembali pada tahun kedua naik menjadi 14%,  maka perusahaan akan memperoleh kerugian sebesar 2% ( spread negatif sebesar 2% ). Risiko yang dihadapi perusahaan dalam situasi tersebut adalah risiko pendanaan kembali (refinancing risk).
Risiko Perubahan Harga Pasar
Perubahan tingkat bunga bisa menyebabkan perubahan nilai pasar aset dan atau kewajiban yang dipegang oleh perusahaan. Jika penurunan nilai aset lebih besar dibandingan dengan penurunan nilai kewajiban, maka perusahaan mengalami kerugian, dan sebaliknya. Secara umum, jika tingkat bunga meningkat maka nilai sekuritas cenderung mengalami penurunan. Nilai suatu sekuritas (misal obligasi) merupakan present value dari aliran kas yang akan diterima investor di masa mendatang. Jika tingkat bunga meningkat, maka discount rate (tingkat diskonto) juga akan meningkat, yang menyebabkan pembagi menjadi lebih besar, dan present value aliran kas di masa mendatang semakin kecil.
Tingkat penurunan nilai tersebut bisa berbeda dari satu sekuritas ke sekuritas lainnya. Sebagai contoh, jika tingkat bunga meningkat, maka nilai pasar obligasi akan mengalami penurunan. Tetapi obligasi dengan jangka waktu yang lebih lama, nilainya akan turun lebih besar dibandingkan dengan obligasi dengan jangka waktu yang lebih pendek. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika tingkat bunga mengalami penurunan. Obligasi dengan jangka waktu yang lama akan mengalami kenaikan nilai pasar lebih cepat dibandingkan dengan obligasi jangka pendek.  Dengan kata lain, nilai pasar obligasi jangka panjang lebih sensitif terhadap perubahan tingkat bunga dibandingkan dengan nilai obligasi jangka pendek.
Misalkan perusahaan mempunyai neraca berikut ini:
Aset
Pasiva
Obligasi jangka waktu 10 tahun,
Nilai nominal: 1 juta. Kupon bunga 10% Nilai pasar: Rp 1 juta
Obligasi jangka waktu 2 tahun,
Nilai nominal: Rp 1 juta. Kupon bunga 10%
Nilai pasar: Rp 1 juta

Misalkan tingkat bunga yang berlaku adalah 10% (sama dengan kupon bunga), maka nilai obligasi yang menjadi aset dan obligasi kewajiban adalah :
Obligasi aset    =        100.000        +  ............... +       1.100.000       =  1 juta
                               ( 1 + 0,1 ) 1                                   ( 1+ 0,1 )10     
Obligasi Kewajiban =         100.000      +  ....................  +     1.100.0000     =  1 juta
                                           ( 1 + 0,1 )1                                                ( 1+ 0,1 )2
Obligasi aset dan kewajiban mempunyai nilai pasar yang sama yaitu Rp1 juta. Misalkan tingkat bunga naik menjadi 12%. Nilai obligasi keduanya bisa dihitung berikut ini:
Obligasi aset    =        100.000        +  ............... +       1.100.000       =  Rp. 886.996
                               ( 1 + 0,12 ) 1                                 ( 1+ 0,12 )10  
Obligasi Kewajiban =         100.000      +  ....................  +     1.100.0000     =  Rp. 996.199
                                           ( 1 + 0,12 )1                                             ( 1+ 0,12 )2

Aset
Pasiva
Obligasi jangka 10 tahun,
Nilai nominal : 1 juta. Kupon bunga 10%
Nilai pasar: Rp. 886.996
Obligasi jangka waktu 2 tahun,
Nilai Nominal : Rp. 1 juta. Kupon bunga 10%
Nilai Pasar : Rp. 966.199

Perhatikan bahwa kedua jenis obligasi tersebut mengalami penurunan nilainya. Tetapi obligasi aset mengalami penurunan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan obligasi kewajiban. Karena nilai aset turun lebih besar dibandingkan turunnya nilai kewajiban, maka perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dalam situasi tersebut, kenaikan tingkat bunga menyebabkan perusahaan mengalami kerugian nilai pasar.

2.2    PENGUKURAN RISIKO PERUBAHAN TINGKAT BUNGA: METODE PENILAIAN KEMBALI (REPRICING MODEL)
 Periode Harian
Metode penilaian kembali (repricing model) mencoba mengukur risiko perubahan tingkat bunga dengan menggunakan pendekatan pendapatan. Lebih spesifik lagi, model tersebut ingin melihat bagaimana pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap pendapatan yang diperoleh suatu organisasi.
Misalkan suatu bank mempunyai neraca seperti berikut:
Aset
Kewajiban (Pasiva)
Meminjamkan di pinjaman pasar antar bank 1 hari                                                   Rp2 m
Meminjam di pasar antar bank 1 hari Rp3 m
Commercial Paper 3 bulan                Rp3 m
Tabungan                                            Rp3 m
Surat Hutang 6 bulan                          Rp5 m
Deposito 1 bulan                              Rp10 m
Pinjaman 1 tahun                                Rp6 m
Deposito 1 tahun                              Rp10 m
Obligasi 3 tahun                               Rp10 m
Deposito 2 tahun                              Rp10 m
Obligasi 3 tahun dengan tingkat bunga mengambang                                      Rp5 m
Modal                                                 Rp5 m
Pinjaman bunga tetap jangka waktu 10 tahun                                                 Rp10 m

Total aset                                          Rp41 m
Total pasiva                                      Rp41 m
Catatan:
Untuk obligasi 3 tahun, Rp2 m telah jatuh tempo ini.
Untuk pinjaman dengan bunga mengambang, bunga ditetapkan setiap enam bulan.
Dengan menggunakan model penilaian kembali, kita ingin melihat bagaimana pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap pendapatan bank tersebut. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: (1) mengidentifikasi dan mengelompokkan aset atau kewajiban yang rentan terhadap perubahan tingkat bunga, yaitu aset atau kewajiban yang harus dinilai ulang jika tingkat bunga berubah, (2) menghitung gap antara aset yang sensitif dengan kewajiban yang sensitif  terhadap perubahan bunga, dan menghitung perubahan pendapatan jika tingkat bunga berubah.
a.         Mengidentifikasi Dan Mengelompokkan Aset Atau Kewajiban Yang Rentan Terhadap Perubahan Tingkat Bunga
Jika besok bunga berubah, aset atau kewajiban mana saja yang bunganya berubah, dan mengakibatkan perubahan pendapatan bank? Dari sisi aset neraca di atas terlihat bahwa bank mempunyai pinjaman (meminjamkan) di pasar antar bank satu hari sebesar Rp 2 miliar. Jika tingkat bunga berubah (misal naik), maka pendapatan bunga yang diperoleh akan berubah (meningkat dalam hal ini). Dengan kata lain, bank tersebut mempunyai aset yang sensitif terhadap perubahan bunga (rate sensitive assets atau RSA) harian sebesar Rp 2 miliar. Aset sebesar Rp 2 miliar tersebut akan dinilai kembali (reprice) jika bunga harian berubah.
     Di sisi lain, jika kita melihat sisi pasiva, terlihat bahwa bank meminjam di pasar antar bank satu hari sebesar Rp 3 miliar. Jika tingkat bunga besok berubah (misal naik), maka biaya bunga juga akan berubah (meningkat). Dengan kata lain, bank tersebut mempunyai kewajiban yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga (rate sensitive liabilities atau RSL) harian sebesar Rp  3 miliar. Kewajiban sebesar Rp 3 miliar tersebut akan dinilai kembali (reprice) jika bunga harian berubah.
b.        Menghitung Gap Antara Aset dan Kewajiban yang Sensitif  Terhadap Perubahan Tingkat Bunga dan Menghitung Perubahan Pendapatan
Gap antara RSA dengan RSL bisa dihitung sebagai berikut:
GAP = (Rp 2 miliar) – (Rp 3 miliar) = - Rp 1 miliar
Bank tersebut mempunyai gap sensitifitas perubahan bunga sebesar – Rp 1 miliar. Misalkan tingkat bunga meningkat sebesar 1% (misal dai 10% menjadi 11%), maka pendapatan bank tersebut berubah sebesar:
Perubahan Pendapatan = (GAP) x (∆bunga)
                                     = - Rp 1 miliar x 0,01 = - Rp 10 juta
Dengan kata lain, bank tersebut mengalami kerugian sebesar Rp 10 juta jika tingkat bunga meningkat sebesar 1%.


Periode Lebih Dari Satu Hari
Dengan menggunakan cara yang sama, kita bisa memperluas kelompok periode dari satu hari menjadi tiga bulan, enam bulan, 1 tahun, lima tahun, dan lebih dari lima tahun. Misalkan kita akan menggunakan jangka waktu satu tahun sebagai basis perhitungan aset dan kewajiban yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga. Dengan menggunakan neraca bank di muka, pertama kita akan mengidentifikasi aset yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga dalam jangka waktu satu tahun. Berikut ini hasil identifikasi tersebut.
Meminjamkan dipinjaman pasar antar bank 1 hari                        Rp 2 m
Commercial Paper 3 bulan                                                           Rp 3 m
Surat hutang 6 bulan                                                                     Rp 5 m
Pinjaman 1 tahun                                                                          Rp 6 m
Bagian obligasi 3 tahun yang jatuh tempo tahun ini                     Rp 2 m
Obligasi tiga tahun tingkat bunga mengambang                           Rp 5 m
Total aset yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga          Rp 23 miliar
Untuk obligasi 3 tahun, sebesar Rp 2 miliar jatuh tempo tahun ini. Karena itu sejumlah Rp 2 miliar akan dinilai ulang jika tingkat bunga berubah. Untuk obligasi dengan tingkat bunga mengambang, karena tingkat bunga ditetapkan kembali setiap enam bulan, maka obligasi tersebut akan dinilai ulang setiap enam bulan. Pinjaman dengan bunga tetap dengan jangka waktu 10 tahun tidak masuk dalam perhitungan, karena tingkat bunga tersebut tetap selama 10 tahun, tidak akan berubah meskipun tingkat bunga berubah-ubah. Dari perhitungan di atas, nampak bahwa bank tersebut mempunyai aset yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga selama periode satu tahun (rate sensitive assets  atau RSA) sebesar Rp 23 miliar.
Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi kewajiban yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga untuk periode satu tahun.
Meminjam di pasar antar bank 1 hari                                                        Rp 3 m
Tabungan                                                                                                  Rp 3 m
Deposito 1 bulan                                                                                       Rp 10 m
Deposito 1 tahun                                                                                       Rp 10 m
Total kewajiban yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga            Rp 26 miliar

Gap Sebagai Indikator Risiko Tingkat Bunga
GAP atau disebut juga sebagai Kumulatif GAP (KGAP) satu tahun RSA dengan RSL bisa dihitung sebagai berikut ini:
KGAP = RSA – RSL
            = Rp 23 miliar – Rp 26 miliar = - Rp 3 miliar
Bank tersebut mempunyai kumulatif  gap sebesar negatif Rp 3 miliar. Semakin besar gap (baik atau negatif maupun positif), semakin besar eksposur bank atau suatu perusahaan terhadap risiko peubahan tingkat bunga. Jika gap suatu bank negatif, maka kenaikan bunga akan merugikan bank tersebut. Sebaliknya, jika gap suatu bank positif, maka kenaikan bunga akan menguntungkan bank.
Dalam beberapa situasi, kita ingin menghitung rasio gap terhadap total aset (gap ratio). Gap ratio bisa dihitung sebagai gap dibagi total aset. Dalam contoh di atas, gap ratio adalah:
GAP RATIO = - Rp 3 miliar / Rp 41 miliar = - 0,073 atau -7,3%
Gap ratio bermanfaat karena memberikan informasi besarnya gap relatif terhadap total aset. Sebagai contoh, misal ada dua bank dengan informasi gap berikut ini.

Bank A
Bank B
Gap
-Rp 10 miliar
-Rp 20 miliar
Total aset
Rp 100 miliar
Rp 500 miliar
Gap ratio
-10%
-4%
Nampaknya bank A mempunyai gap yang lebih kecil dibandingkan dengan bank B, sehingga eksposur bank A terhadap risiko perubahan tingkat bunga nampak lebih kecil dibandingkan dengan eksposur bank B. Tetapi jika total aset bank diperhitungkan, akan terlihat bahwa gap ratio B lebih kecil, sehingga eksposur bank B terlihat lebih kecil dibandingkan dengan eksposur bank A.
Jika suatu perusahaan atau bank ingin menghilangkan eksposur terhadap risiko perubahan tingkat bunga, maka bank tersebut bisa membuat neraca dengan gap sama dengan nol. Tetapi sebagai konsekuensinya, bank tersebut tidak akan memperoleh keuntungan dari perubahan tingkat bunga. Dalam kebanyakan situasi, bank memang sengaja mempunyai eksposur atau gap yang positif, dan sebaliknya. Angka gap ratio sebesar plus/minus 15% biasa dilakukan oleh bank.
Perubahan Tingkat Bunga Yang Berbeda Untuk Aset Dan Kewajiban
Contoh di atas mengasumsikan perubahan tingkat bunga yang sama untuk aset dan kewajiban. Dalam beberapa situasi, perubahan tingkat bunga untuk aset dan kewajiban bisa berbeda. Jika hal tersebut terjadi, efek perubahan tingkat bunga terhadap perubahan pendapatan dan perubahan biaya bisa dihitung satu persatu, berikut ini:
∆Pendapatan Bersih = ∆Pendapatan Bunga - ∆Biaya Bunga
Kembali ke contoh di muka, di mana bank mempunyai RSA sebesar Rp 23 miliar, dan mempunyai RSL sebesar Rp 26 miliar, atau gap sebesar –Rp 3 miliar. Mialkan tingkat bunga untuk aset berubah 2%, sementara tingkat bunga untuk kewajiban berubah 1%. Perubahan pendapatan bisa dihitung berikut ini.
∆Pendapatan Bersih = (Rp 23 miliar) (0,02) – (Rp 26 miliar) (0,01)
                                 = Rp 460 juta – Rp 260 juta
                                 = Rp 200 juta
Terlihat bahwa bank justru memperoleh keuntungan karena pendapatan bunga meningkat lebih besar dibandingkan dengan biaya bunga.

2.3    PENGUKURAN RISIKO PERUBAHAN TINGKAT BUNGA: METODE JANGKA WAKTU (MATURITY MODEL)
Perhitungan Gap Jangka Waktu
Metode repricing (penilaian kembali) mempunyai kelemahan terutama karena tidak memperhatikan efek perubahan nilai pasar dari perubahan tingkat bunga. Bagian awal menunjukkan bahwa jika tingkat bunga meningkat, discount rate (tingkat pendiskontoan) juga akan meningkat, present value aliran kas di masa mendatang semakin kecil, dan nilai pasar sekuritas akan turun. Dalam beberapa situasi metode yang memperlihatkan efek perubahan nilai pasar penting diperhatikan. Misal, suatu bank membeli obligasi dengan tujuan untuk investasi (dipegang sampai jatuh tempo). Dalam situasi tersebut bank akan mencatat nilai historis obligasi tersebut di neracanya. Bank memperoleh pendapatan hanya dari kupon bunga yang dibayarkan. Metode repricing akan lebih sesuai dipakai dalam situasi tersebut.
      Misalkan bank lain membeli obligasi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan melalui trading (memperjualbelikan sekuritas). Dalam situasi tersebut, bank akan mencatat nilai obligasi di neracanya berdasarkan nilai pasar obligasi. Karena itu nilai pasar obligasi akan dievaluasi (dinilai ulang atau disebut juga sebagai mark to market). Jika nilai pasar obligasi lebih kecil dari nilai belinya, bank tersebut merugi, dan sebaliknya. Metode pengukuran risiko perubahan tingkat bunga yang memperhitungkan perubahan nilai pasar akan lebih sesuai dengan situasi tersebut.
      Metode jangka waktu mengukur perubahan harga pasar suatu aset akibat perubahan tingkat bunga.
Misalkan suatu bank mempunyai neraca berikut ini.
Aktiva
Pasiva
Obligasi jangka waktu 10 tahun,
Nilai nominal Rp 10 juta, kupon bunga= 15%
Obligasi jangka waktu 20 tahun
Nilai nominal Rp 10 juta, kupon bunga= 15%
Pinjaman jangka pendek, bunga 15%, jangka waktu 2 tahun, nilai nominal = Rp 18 juta
Modal saham Rp 2 juta
Total aset                                         Rp 20 juta
Total Pasiva                                    Rp 20 juta
Misalkan tingkat bunga yang berlaku (yield) adalah 15%. Harga pasar akan sama dengan nilai nominal dalam situasi ini. Bank tersebut mempunyai aktiva dan pasiva sebesar Rp 20 juta. Misalkan tingkat bunga yang berlaku meningkat menjadi 17%, maka nilai obligasi tersebut menjadi sebagai berikut:
Obligasi aset 1 =        150.000        +  ............... +       1.150.000       = 9.068.279
                               ( 1 + 0,17 ) 17                                ( 1+ 0,17 )10  
Obligasi aset 2  =         150.000      +  ....................  +     1.150.0000     = 8.874.447
                                   ( 1 + 0,17 )1                                                   ( 1+ 0,17)20
Pinjaman =         2.700.000      +       20.700.0000     = 17.429.323
                         ( 1 + 0,17 )1                  ( 1+ 0,17)20
Neraca yang baru sesudah perubahan tingkat bunga akan terlihat berikut ini.
Aktiva
Pasiva
Obligasi jangka waktu 10 tahun,
Nilai nominal Rp 10 juta,
kupon bunga= 15%                    Rp 9.068.279
Obligasi jangka waktu 20 tahun
Nilai nominal Rp 10 juta,
kupon bunga= 15%                    Rp 8.874.447
Pinjaman jangka pendek,
bunga 15%,
jangka waktu 2 tahun,
nilai nominal = Rp 18 juta
                                                 Rp 17.429.323
Modal saham Rp 2 juta            Rp 513.403
Total aset                           Rp 17.942.726 juta
Total Pasiva                      Rp 17.942.726 juta
Sesudah kenaikan tingkat bunga, nilai obligasi sisi aset turun. Total aset turun dari Rp 20 juta menjadi sekitar Rp 17 juta. Nilai pinjaman juga ikut mengalami penurunan, dari Rp 18 juta menjadi sekitar Rp 17 juta. Penurunan nilai aset lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai pinjaman, yang mengakibatkan kerugian. Modal saham harus menanggung kerugian tersebut, akibatnya nilai saham berkurang dari Rp 2 juta menjadi Rp 513.403. kerugian yang terjadi adalah sekitar Rp 1,5 juta. Jika tingkat bunga naik menjadi 18%, maka modal saham bank tersebut menjadi negatif, yang berarti bank tersebut praktis mengalami kebangkrutan.
Bank tersebut dikatakan mempunyai ketidaksesuaian jangka waktu antara aset dengan kewajiban (maturity mismatch). Jangka waktu aset adalah 10 tahun dan 20 tahun, yang jauh lebih panjang dibandingkan dengan jangka waktu pinjaman (sumber dana) yaitu 2 tahun. Ketidaksesuaian jangka waktu tersebut memunculkan eksposur terhadap risiko perubahan tingkat bunga. Semakin besar ketidaksesuaian jangka waktu tersebut, semakin besar risiko perubahan tingkat bunga yang dihadapi bank tersebut.
 Jangka waktu untuk portofolio aset atau kewajiban bisa dihitung sebagai rata-rata tertimbang dari jangka waktu aset atau kewajiban indvidual, dengan pembobot adalah nilai pasar dari masing-masing aset atau kewajiban tersebut. Dalam contoh di atas, jangka waktu aset (maturity of assets atau MA) bisa dihitung sebagai berikut:
MA = (10 juta/20 juta) (10 tahun) – (10 juta/20 juta) (20 tahun) = 15 tahun
Jangka waktu kewajiban (maturity of liabilities atau ML) adalah 2 tahun. Gap bisa dihitung sebagai:
 Gap jangka waktu = MA- ML = 15 – 2 = 13 tahun
Semakin besar gap jangka waktu (baik positif maupun negatif), semakin besar risiko perubahan tingkat bunga yang dihadapi oleh suatu perusahaan atau bank.
Beberapa perusahaan seperti bank, biasanya secara sengaja maupun karena karakteristik bisnisnya, mempunyai aset/kewajiban dengan gap jangka waktu yang tidak nol. Sebagai contoh struktur neraca bank biasanya terjadi adalah sebagai berikut:
Aset
Pasiva
Pinjaman (aset) jangka panjang (misal memberikan kredit Kepemilikan Perumahan/KPR dengan jangka waktu 10 tahun)
Tabungan dan deposito (dengan jangka waktu 1 tahun)
Modal saham
Bank biasanya memberikan pinjaman jangka panjang dengan bunga tetap. Untuk mendanai pinjaman tersebut, bank menerbitkan tabungan atau deposito yang sifatnya jangka pendek. Penabung atau nasabah deposito ingin mempunyai simpanan yang bisa diambil sewaktu-waktu atau cepat. Dengan karakteristik semacam itu, sttruktur neraca bank akan nampak seperti di atas. Jika bank ingin mengurangi risiko perubahan tingkat bunga, bank bisa memperkecil gap jangka waktu. Sebagai contoh, bank bisa menurunkan jangka waktu pinjaman, misal dari 20 tahun menjadi 10 tahun. Alternatif lain, bank bisa meningkatkan jangka waktu pinjaman, misal dengan menerbitkan obligasi jangka panjang dengan jangka waktu 10 tahun. Jika bank memperkirakan tingkat bunga akan meningkat, bank bisa memperkecil gap jangka waktu atau membuat gap jangka waktu bernilai negatif (jangka waktu kewajiban lebih panjang dibandingkan dengan jangka waktu aset). Dalam situasi tersebut, nilai kewajiban akan turun lebih cepat dibandingkan dengan nilai aset (hal yang menguntungkan bagi bank). Jika bank memperkirakan tingkat bunga akan menurun, maka bank bisa memperbesar gap jangka waktu (jangka waktu aset lebih besar dibandingkan dengan jangka waktu kewajiban). Jika tingkat bunga turun, nilai aset akan meningkat lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan nilai kewajiban (hal yang menguntungkan bagi bank).
Imunisasi Dengan Metode Jangka Waktu
Jika suatu bank ingin melakukan imunisasi melalui metode jangka waktu, agar perubahan tingkat bunga tidak akan mengakibatkan kerugian, maka bank bisa menyamakan jangka waktu aset dengan jangka waktu kewajiban, sebagai berikut:
MA = ML atau MA – ML=0
Kembali ke contoh bank di muka, misalkan bank tersebut bisa menyamakan sumber dana dengan aset sehingga neracanya akan nampak sebagai berikut:
Aktiva
Pasiva
Obligasi jangka waktu 10 tahun,
Nilai nominal Rp 10 juta, kupon bunga= 15%
Obligasi jangka waktu 20 tahun
Nilai nominal Rp 10 juta, kupon bunga= 15%
Pinjaman jangka pendek, bunga 15%, jangka waktu 2 tahun, nilai nominal = Rp 18 juta
Modal saham Rp 2 juta
Total aset                                         Rp 20 juta
Total Pasiva                                    Rp 20 juta
Jangka waktu aset (MA) adalah 5 tahun ((10+20)/2), jangka waktu pinjaman juga sama yaitu 15 tahun. Tingkat bunga yang berlaku 15%, sehingga nilai aset dan kewajiban adalah Rp 20 juta. Misalkan tingkat bunga dengan segera meningkat menjadi 17%, nilai aset dan kewajiban yang baru akan terlihat seperti tabel berikut ini.
Aktiva
Pasiva
Obligasi jangka waktu 10 tahun,
Nilai nominal Rp 10 juta,
kupon bunga= 15%                    Rp 9.068.279
Obligasi jangka waktu 20 tahun
Nilai nominal Rp 10 juta,
kupon bunga= 15%                    Rp 8.874.447
Pinjaman jangka pendek,
bunga 15%,
jangka waktu 15 tahun,
nilai nominal = Rp 18 juta
                                                 Rp 16.083.293
Modal saham                              Rp 1.859.433
Total aset                           Rp 17.942.726 juta
Total Pasiva                      Rp 17.942.726 juta
Perhatikan bahwa nilai aset dan kewajiban turun semua, nilai modal juga turun dengan kurang lebih Rp 150 ribu (dari Rp 2 juta menjadi Rp 1.859.533). kerugian tersebut jauh lebih kecil dibandingkan jika bank mempunyai kewajiban dengan jangka waktu 2 tahun. Dengan demikian bank bisa menekan risiko perubahan tingkat bunga dengan menyamakan jangka waktu aset dengan jangka waktu kewajiban. Tetapi bank tidak bisa sepenuhnya mengimunisasi risiko perubahan tingkat bunga hanya dengan menyamakan jangka waktu aset dengan kewajibannya. Hal semacam itu merupakan kelemahan dari metode jangka waktu (maturity model) metode jangka waktu tidak sepenuhnya bisa mengukur perubahan tingkat bunga terhadap perubahan nilai aset/kewajiban. Kelemahan tersebut akan diatasi melalui metode durasi berikut ini.
2.4    PENGUKURAN RISIKO PERUBAHAN TINGKAT BUNGA: METODE DURASI (DURATION MODEL)
Kelemahan Metode Jangka Waktu
Bagian sebelumnya menunjukan bahwa metode jangka waktu tidak bisa sepenuhnya mengukur perubahan tingkat bunga terhadap nilai aset/kewajiban. Imunisasi dengan menyamakan jangka waktu aset dengan jangka waktu kewajiban tidak sepenuhnya melindungi modal saham. Kenapa demikian? Misalkan ada dua jenis obligasi seperti di bawah ini.
Obligasi
Perincian
A
Nilai nominal Rp 1 juta, jangka waktu satu tahun, kupon bunga = 10%, dibayarkan setiap semester
B
Nilai nominal Rp 1 juta, jangka waktu satu tahun, kupon bunga = 10% dibayarkan setiap tahun.
Perhatikan bahwa kedua obligasi tersebut mempunyai jangka waktu yang sama, yaitu satu tahun. Misalkan tingkat bunga yang berlaku meningkat menjadi 15%, maka harga pasar kedua obligasi tersebut akan nampak seperti berikut :
Obligasi A =  + = 959.669
Obligasi B = = 956.552
Perhatikan bahwa meskipun keduanya mempunyai jangka waktu yang sama, jika tingkat bunga meningkat keduanya sama-sama jatuh nilainya, tetapi dengan tingkat penurunan nilai yang berbeda. Obligasi A yang membayarkan bunga setiap tahun mengalami penurunan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan Obligasi B yang membayarkan bunga setiap tahun. Jika kita perhatikan lebih lanjut, perbedaan antara obligasi A dengan B terletak pada timing dari aliran kas. Obligasi A membayarkan Rp 50.000 pada semester satu dan semester dua (akhir tahun), sedangkan obligasi B membayarkan semua bunga Rp 100.000 pada akhir tahun. Perbedaan tersebut mempunyai implikasi lanjutan, yaitu naik turunnya nilai obligasi bisa berbeda jika tingkat bunga berubah.
Metode durasi memperbaiki metode jangka waktu karena metode durasi memperhitungkan timing dari setiap aliran kas.
Perhitungan Durasi
Durasi bisa didefenisikan sebagai rata-rata tertimbang jangka waktu aliran kas, dengan pembobot proporsi present value dari setiap aliran kas tersebut. Kembali ke contoh obligasi A dan B, misal tingkat bunga yang berlaku (yield) adalah 10% (sama dengan kupon bunga), durasi untuk kedua obligasi bisa dihitung sebagai beriku :
Waktu
Obligasi A
PVIF (5%)
PV Kas
Rata-rata tertimbsng
(1)
(2)
(3)
(4) = (2)x(3)
Jangka waktu (5)
½
50.000
0.952381
47.619
0,0238
1
1.050.000
0.907029
952.381
0,9524



1.000.000
0,9762
Catatan : 5% adalah 10%/2, karena bunga dibayarkan setiap semester
Waktu
(1)
Obligasi B
(2)
PVIF (10%)
(3)
PV Kas
(4) = (2)x(3)
Rata-rata tertimbang
Jangka waktu (5)
1
1.100.000
0,909091
1.000.000
1



1.000.000
1
Durasi untuk obligasi A bisa dihitung sebagai berikut ini (lihat kolom 5):
{[(47.619)/(1.000.000)] x (1/2)} + {[952.381)/(1.000.000)] x (1)} = 0,9762 tahun
Untuk obligasi B, durasi bisa dihitung sebagai berikut (lihat kolom 5) :
{[(1.000.000)/(1.000.000)] x 1} = 1 tahun
Meskipun kedua obligasi tersebut mempunyai jangka waktu yang sama, yaitu satu tahun, tetapi durasi obligasi A lebih pendek dibandingkan dengan obligasi B. Hal itu disebabkan karena sebagian aliran kas dari obligasi A diterima lebih awal, yaitu pada semester pertama (periode1/2) sebesar Rp 50.000.
Misalkan kita mempunyai dua obligasi yaitu X dan Y dengan informasi seperti dalam tabel berikut ini:
Obligasi
Perincian
X
Nilai nominal Rp 1 juta, jangka waktu lima tahun, kupon bunga = 10%, dibayarkan setiap tahun
Y
Nilai nominal Rp 1 juta, jangka waktu lima tahun, kupon bunga = 10% dibayarkan setiap semester.
Tingkat bunga yang berlaku (yield) adalah 9%
Durasi untuk kedua obligasi tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini.
Perhitungan Durasi Obligasi X
Tahun
Aliran Kas
PVIF (9%)
Present Value Aliran Kas
Proporsi PV Aliran Kas
Rata-rata tertimbsng Jangka Waktu
(1)
(2)
(3)
(4) = (2)  x (3)
(5)
 (6) = (5) x (1)
1
100.000
0,917431
91.743,21
0,088308
0,088308
2
100.000
0,84168
84.168
0,081017
0,162033
3
100.000
0,772183
77.218,35
0,074327
0,222982
4
100.000
0,708425
70.842,52
0,06819
0,272761
5
1.100.000
0,649931
714.924,5
0,688158
3,440788



1.038.897
1
4,186872
Proporsi aliran kas untuk baris 1: (91.743/1.038.897) = 0,088308
Perhitungan Durasi Obligasi Y
Tahun
Aliran Kas
PVIF (9%)
Present Value Aliran Kas
Proporsi PV Aliran Kas
Rata-rata tertimbsng Jangka Waktu
(1)
(2)
(3)
(4) = (2)  x (3)
(5)
 (6) = (5) x (1)
0,5
50.000
0,978232
48.911,6
0,039244
0,019622
1
50.000
0,956938
47.846,89
0,03839
0,03839
1,5
50.000
0,936107
46.805,36
0,037554
0,056332
2
50.000
0,91573
45.786,5
0,036737
0,073474
2,5
50.000
0,895796
44.789,82
0,035937
0,089843
3
50.000
0,876297
43.814,83
0,035155
0,105465
3,5
50.000
0,857221
42.861,07
0,03439
0,120364
4
50.000
0,838561
41.928,07
0,033641
0,134565
4,5
50.000
0,820308
41.015,38
0,032909
0,14809
5
1.050.000
0,802451
84.257,36
0,676042
3,38021



12.463.33
1
4,166355
Durasi X = 4,168 tahun, sedangkan durasi Y = 4,166 tahun. Terlihat meskipun jangka waktu keduanya lima tahun, tetapi durasi untuk keduanya lebih kecil dari lima tahun, karena ada aliran kas yang dibayarkan sebelum tahun kelima. Durasi Y lebih kecil dibandingkan durasi X karena aliran kas Y lebih awal dibayarkan (karena dibayarkan setiap semester) dibandingkan obligasi X.
Durasi untuk obligasi tanpa kupon (zero coupon bond atau zeroes) sama dengan jangka waktu obligasi tersebut. Misalkan ada obligasi tanpa kupon bunga dengan nilai nominal Rp 1 juta, jangka waktu 2 tahun. Misalkan tingkat bunga yang berlaku adalah 9%, perhitungan durasi untuk obligasi tersebut akan terlihat seperti berikut ini.
Tahun
Aliran Kas
PVIF (9%)
Present Value Aliran Kas
Proporsi PV Aliran Kas
Rata-rata tertimbsng Jangka Waktu
(1)
(2)
(3)
(4) = (2)  x (3)
(5)
 (6) = (5) x (1)
1
0
0,917431
0
0
0
2
1.000.000
0,84618
841.680
1
2



841.680
1
2
Obligasi zeroes dengan jangka waktu dua tahun mempunyai durasi 2 tahun.
Obligasi consol adalah obligasi yang tidak mempunyai jatuh tempo. Obligasi tersebut berjanji membayarkan bunga selamanya. Jangka waktu obligasi (maturity) tersebut adalah tidak terbatas (-), tetapi durasi untuk obligasi consol bisa dihitung, yaitu:
Dc = 1 +(1/R)
Misalkan ada obligasi consol dengan kupon bunga 10% pertahun. Durasi obligasi tersebut adalah:
Dc = 1 +(1/0,1) = 11 tahun
Karakteristik Durasi
Durasi akan meningkat jika jangka waktu aset semakin panjang, menurun yield meningkat, dan menurun jika kupon bunga meningkat. Misalkan untuk obligasi M dengan niali nominal Rp 1 juta, kupon bunga 10%, dibayarkan setiap semester, jangka waktu satu tahun. Jika yield adalah 10%, durasi untuk obligasi semacam itu adalah 0,9762 tahun.
Misalkan ada obligasi dengan karakteristik yang sama persis, kecuali jangka waktunya lebih panjang, yaitu 2 tahun. Berikut ini perhitungan durasi untuk obligasi tersebut.
Tahun
Aliran Kas
PVIF (9%)
Present Value Aliran Kas
Proporsi PV Aliran Kas
Rata-rata tertimbsng Jangka Waktu
(1)
(2)
(3)
(4) = (2)  x (3)
(5)
 (6) = (5) x (1)
0,5
50.000
0,952381
47.619,05
0,047619
0,02381
1
50.000
0,907029
45.351,47
0,045351
0,045351
1,5
50.000
0,863838
43.191,88
0,043192
0,064788
2
1.050.000
0,822702
863.837,6
0,863838
1,727675



1.000.000
1
1,861624
Durasi untuk obligasi tersebut adalah 1,86 tahun, meningkat dari durasi sebelumnya yaitu 0,9672 tahun.
Misalkan ada obligasi lain yang karakteristiknya sama persis dengan obligasi M, tetapi yield (tingkat bunga yang berlaku) meningkat menjadi 12%. Berikut ini perhitungan durasinya.
Tahun
Aliran Kas
PVIF (9%)
Present Value Aliran Kas
Proporsi PV Aliran Kas
Rata-rata tertimbsng Jangka Waktu
(1)
(2)
(3)
(4) = (2)  x (3)
(5)
 (6) = (5) x (1)
0,5
50.000
0,943396
47.169,81
0,048051
0,0240
1
1.050.000
0,889996
934.496,3
0,951949
0,9519



981.666,1
1
0,9759
Terlihat bahwa durasi turun dari 0,9762 tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jika yield meningkat, maka durasi akan menurun.
Misalkan ada obligasi lain yang karakteristiknya sama persis dengan obligasi M, tetapi kupon bunganya lebih tinggi, misal 15%.
Tahun
Aliran Kas
PVIF (9%)
Present Value Aliran Kas
Proporsi PV Aliran Kas
Rata-rata tertimbang Jangka Waktu
(1)
(2)
(3)
(4) = (2)  x (3)
(5)
 (6) = (5) x (1)
0,5
75.000
0,952381
71.428,57
0,068256
0,0341
1
1.075.000
0,907029
975.056,7
0,931744
0,9318


1,046485
1
0,9659

Terlihat bahwa durasi turun dari 0,9762. Hasil tersebut menujukkan bahwa durasi akan semakin menurun jika kupon bunga meningkat.
Interprestasi Ekonomi Durasi
Hubungan antara durasi dengan perubahan harga bisa dirumuskan sebagai berikut:
dP/P = -D [dR/ (1+ R)]
Term D/(1+R) bisa diringkaskan dan ditulis menjadi MD (Modified Duration), sehingga formula diatas bisa dituliskan menjadi:
dP/P = - MD . dR
Dimana MD ꞊ (D / (1 + R)). Misalkan ada obligasi dengan nilai nominal Rp 1 juta , kupon bunga 10%, jangka waktu lima tahun. Tingkat bunga yang berlaku sama dengan kupon bunga yaitu 10%. Misalkan tingkat bunga naik menjadi 10,1% (naik 0,1% atau naik 10 basis points atau 10 bps), berapa perubahan harga obligasi tersebut? Durasi obligasi tersebut adalah 4,1699 tahun. Dengan menggunakan formula durasi, perubahan harga bisa dihitung sebagai berikut:
dP/P = ­ D [ dR / (1 + R) ]
dP/P = ­ 4,1699 (0,001/(1+0,1) = ­0,003791 atau ­0,3791%
Harga obligasi tersebut akan turun nilainya sebesar 0,3791%, atau akan turun dari Rp 1 juta menjadi Rp996.209 (penurunan sekitar Rp3.791). Jika kita menghitung penurunan nilai secara langsung, maka akan diperoleh angka seperti berikut ini.
Harga obligasi =  + ................ +   = 996.219
Dengan menggunakan metode durasi, penurunan yang diprediksi adalah Rp996.209. Sedangkan penurunan yang sesungguhnya adalah Rp996.219. Metode durasi dalam hal ini cukup akurat memprediksi penurunan harga obligasi, meskipun ada selisih. Bagian berikutnya (masalah konveksitas) akan membicarakan penyebab selisih antara yang diprediksi dengan kenyataannya.
Semakin besar durasi, maka semakin besar potensi perubahan nilai pasar akibat perubahan tingkat bunga. Dengan kata lain, semakin besar durasi, akan semakin besar risiko perubahan tingkat bunga yang dihadapi oleh suatu perusahaan/bank.
Selisih tersebut dikarenakan perubahan bunga mempunyai bentuk nonlinear, sedangkan durasi mengasumsikan perubahan yang bersifat linear. Penyesuaian konveksitas bisa digunakan untuk meningkatkan akurasi metode durasi.
Imunisasi Dengan Metode Durasi
a           Ketidaksesuaian Durasi Aset Dengan Kewajiban (Duration Mismatch)
Jika suatu bank/perusahaan mempunyai durasi yang berbeda dengan aset dengan kewajibannya, maka bank tersebut menghadapi risiko perubahan tingkat bunga. Semakin besar perbedaan tersebut (nilai absolut), maka semakin besar risiko yang dihadapi bank tersebut. Misalkan bank mempunyai neraca seperti pada tabel berikut ini.
Aktiva
Pasiva
Obligasi jangka waktu 10 tahun,
Nilai nominal Rp10 juta,
kupon bunga = 15%
Obligasi jangka waktu 20 tahun
Nilai nominal Rp10 juta, kupon
bunga = 15%
Pinjaman jangka pendek, bunga 15%, jangka waktu 2 tahun,
nilai nominal = Rp18 juta

Modal saham Rp2 juta
Total Aset                                  Rp20 juta
Total Pasiva                               Rp20 juta

Misalkan tingkat bunga yang berlaku adalah 15%, durasi untuk obligasi aset pertama bisa dihitung, dan nilainya adalah 5,77 tahun. Durasi untuk obligasi aset yang kedua adalah 7,198 tahun. Jika perusahaan/bank mempunyai beberapa aset atau kewajiban, durasi portofolio aset/kewajiban bisa dihitung sebagai rata-rata tertimbang durasi aset/kewajiban individualnya, seperti berikut:
DA = w1 A1 + ........... + wn An
DL = w1 L1 + .............+ wn Ln
Durasi aset dengan demikian adalah:
DA = (10 juta/29 juta) (5,77) + (10 juta/20 juta) (7,198) = 6,48 tahun
Durasi untuk kewajiban (pinjaman jangka waktu 2 tahun) bisa dihitung dan nilainya 1,877 tahun. Gap durasi bisa dihitung sebagai berikut ini.
Gap Durasi = DA – DL = 6,48 – 1,87 = 4.61 tahun
Gap yang positif menunjukkan bahwa jika tingkat bunga naik, bank akan mengalami kerugian. Sebaliknya, jika gap menunjukkan angka negatif, kenaikan tingkat bunga akan menguntungkan bank. Semakin tinggi gap durasi, semakin tinggi risiko perubahan tingkat bunga yang dihadapi perusahaan.
b          Imunisasi Modal Saham
Misalkan suatu bank akan melakukan imunisasi agar perubahan tingkat bunga tidak berpengaruh terhadap nilai modal bank tersebut. Dengan menggunakan durasi, bank bisa melakukan imunisasi dengan cara menyamakan durasi aset dengan durasi kewajibannya dikalikan faktor hutang (leverage), seperti berikut:
∆E = - [DA – DL.k] x A x (∆R/ (1+R))
Dimana k = L/A (L=hutang, A=aset). Jika DA=DL.k, maka ∆E = 0, dan dengan demikian perubahan tingkat bunga tidak akan mempengaruhi modal saham.
Kembali ke contoh tabel neraca bank di muka, di mana durasi aset adalah 6,48 tahun. Untuk mengimunisasi modal saham, bank bisa menyusun kewajibannya agar mempunyai durasi sedemikian rupa sehingga DA= DL.k, di mana k= 18 juta/ 20 juta= 0,9. Durasi kewajiban agar persamaan tersebut terpenuhi adalah:
DL = 6,48 / 0,9= 7,1 tahun
Misalkan bank kemudian menerbitkan obligasi tanpa kupon dengan nilai nominal sekitarRp48 juta. Misalkan tiba-tiba tingkat bunga yang berlaku naik menjadi 17%. Nilai pasar obligasi aset berubah menjadi total Rp17.942.726. nilai obligasi kewajiban yang berupa obligasi zeroes (tanpa kupon) menjadi:
Nilai pasar zeroes = 48.554.241 / (1+0,17)7,1 = Rp15.926.031
Struktur neraca yang baru sesudah bunga meningkat menjadi 17%, bisa dilihat pada tabel berikut ini.
Aktiva
Pasiva
Obligasi jangka waktu 10 tahun,
Nilai nominal Rp10 juta,
kupon bunga = 15%             Rp 9.068.279
Obligasi jangka waktu 20 tahun
Nilai nominal Rp10 juta, kupon
bunga = 15%                        Rp 8.874.447
Obligasi tanpa kupon
Nilai nominal=Rp48.554.241
Jangka waktu 7,1 tahun       
                                             Rp 9.068.279
Modal saham                       
                                             Rp 2.016.695
Total Aset                            Rp17.942.726
Total Pasiva                         Rp17.942.726

Perhatikan bahwa nilai modal saham bank tersebut tidak berubah, yaitu tetap Rp2 juta (ada selisih karena ada pembulatan—pembulatan). Dengan kata lain, perubahan tingkat bunga tidak mempengaruhi modal saham bank tersebut.
c           Imunisasi Rasio Modal
Dalam beberapa situasi, bank ingin mengimunisasi rasio modal (capital adequacy). Sebagai contoh, regulator (Bank Sentral) barangkali menetapkan rasio kecukupan modal adalah 8%. Jika bank ingin mengimunisasi rasio modal, maka bank akan membuat durasi aset sama dengan durasi aset kewajiban, seperti berikut ini.
DA = DL
Dalam contoh di muka, di mana durasi aset adalah 6,48 tahun, maka bank perlu membuat durasi kewajiban menjadi 6,48 tahun juga. Misalkan bank menerbitkan obligasi tanpa kupon, maka nilai nominal yang diperlukan adalah (tingkat bunga implisit adlah 15%).
Nilai nominal = 18 juta x (1+0,15)6,48 = Rp 43.967.493
Rasio modal bank tersebut adalah Rp2 juta/ Rp20 juta = 0,1 atau 10%. Jika bank ingin mempertahankan rasio tersebut, maka bank akan menyamakan durasi aset degan durasi kewajibannya, misal dalam hal ini adalah 6,48 tahun.
Misalkan tingkat bunga meningkat menjadi 17%. Total nilai aset turun menjadi Rp 17.942.726. nilai pasar kewajiban bisa dihitung menjadi:
Nilai pasar zeroes = 43.967.493 / (1+0,17)6,48 = Rp 16.122.191
Nilai modal saham = Nilai aset – Nilai kewajiban
                               = Rp 17.942.726 – Rp 16.122.191
                               = 1.820.535
Rasio modal terhadap total aset yang baru = (1.820.535) / (17.942.726) = 0.10146 atau 10,15%. Rasio tersebut sama dengan rasio sebelumnya (ada selisih karena pembulatan). Dengan kata lain, rasio modal bisa diimunisasi dari perubahan tingkat bunga.






























B A B III  P E N U T U P

3.1    Kesimpulan
Makalah ini membicarakan risiko perubahan tingkat bunga. Jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, risiko tersebut bisa mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi perusahaan (khususnya bank). Risiko perubahan tingkat bunga bisa mengakibatkan ketidakpastian pendapatan bunga dan ketidakpastian harga pasar. Ketidakpastian pendapatan bunga terjadi karena bunga investasi (pendapatan) atau bunga pendanaan (biaya) bisa berubah dengan arah yang tidak diharapkan, sehingga mengakibatkan kerugian. Ketidak pastian harga pasar terjadi karena perubahan bunga bisa mengakibatkan perubahan harga pasar, khususnya penurunan harga pasar (kerugian). Ada beberapa metode untuk mengukur perubahan risiko bunga, yaitu metode penilaian kembali, metode jangka waktu dan metode durasi. Metode pertama berbasis perubahan pendapatan. Metode jangka waktu dan durasi berbasis perubahan harga pasar. Metode durasi memperbaiki kelemahan metode jangka waktu dalam pengukuran perubahan tingkat bunga. Jika metode jangka waktu hanya memperhatikan saat jatuh tempo suatu instrumen keuangan, maka metode durasi memperhatikan timing dari semua aliran kas yang akan diterima oleh perusahaan. Imunisasi bisa dilakukan dengan menyamakan durasi antara aset dengan kewajiban.












1.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INFLASI: KURVA PHILLIPS

MODEL DINAMIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN AGREGRATE Seperti namanya, model baru ini menekankan sifat dinamis dari fluktuasi ekonomi sebagai &qu...