Jumat, 17 April 2015

ekonomi islam lanjutan



B A B I  P E N D A H U L U A N

1.1    Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Islam dalam tataran praktis maupun akademis sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari data statistik perbankan syari’ah yang dikeluarkan tiap bulannya oleh bank Indonesia, juga penelitian di bidang perbankan syari’ah, mulai dari soal faktor-faktor yang memengaruhi minat masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syari’ah, bidang investasi syari’ah, hingga soal model pemberdayaan dana zakat di Indonesia.
Ekonomi Islam sebagai salah satu cabang dari ajaran yang ada di dalam agama Islam. Sebagai salah satu dari ajaran dalam Islam, tentulah tujuan dari Ekonomi Islam harus sama dengan tujuan dari syariah. Yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Semua itu, tidak lain dimaksudkan agar dapat terciptanya kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dan untuk mencapai kebahagiaan yang seperti itu, tentulah diperlukan sarana atau media agar kebahagiaan tersebut dapat terwujud. Dan kesemuaan daripada sarana untuk mencapai kebahagiaan tersebut, Allah cerminkan ke dalam bentuk ayat-ayat qauliyah, kauniyah dan insaniyah.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa saja Sumber-sumber konsep ekonomi dalam Islam?
2.      Apa Konsep ekonomi dalam Islam?

1.3    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui Sumber-sumber konsep ekonomi dalam Islam.
2.      Untuk mengetahui Konsep ekonomi dalam Islam.








B A B II  P E M B A H A S A N

2.1    Sumber-Sumber Konsep Ekonomi Dalam Islam
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam. Oleh karena itu, ekonomi Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari agama Islam. Dan sebagai bagian yang tak terpisahkan, tentunya ekonomi Islam akan mengikuti segala aspek yang ada pada ajaran Islam.
Ekonomi Islam bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Guna mencapai kebahagiaan tersebut, diperlukan suatu langkah metodologis untuk mengetahui seperti apa kriteria perilaku maupun perekonomian yang dikatakan benar menurut Islam. Karenanya, digunakanlah metodologi ekonomi Islam untuk mengetahui seperti apa kriteria yang benar menurut Islam. Tujuan utama dari langkah-langkah metodologis tersebut adalah untuk membantu mencari kebenaran yang dimaksud. Islam meyakini bahwa sumber kebenaran mutlak yang berlaku untuk setiap aspek kehidupan pada ruang dan waktu yaitu, Al-Qur’an dan Sunnah yang merupakan kebenaran deduktif wahyu Ilahi (ayat qauliyah). Yang mana, dari kedua sumber kebenaran inilah yang menjadi dasar pengambilan keputusan ekonomi. Proses dalam pengambilan keputusan ekonomi tersebut disebut sebagai rasionalitas Islam.
Yang dimaksud dengan ayat qauliyah adalah kehendak Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an. Yaitu 30 juz 114 surah dan 6236 ayat yang ada di dalamnya. Juga Sunnah nabi Muhammad Saw. Inti dari isi Al Qur'an adalah ketauhidan. Dengan ketauhidan ini, akan menjembatani setiap amal perbuatan yang dilakukan manusia sampai menuju akhirat. Artinya, dengan adanya keyakinan tauhid ini, manusia akan percaya bahwasanya setiap amal perbuatan yang dilakukannya, baik maupun buruk akan mendapatkan balasan yang setimpal di akhirat kelak. Karena, disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa tugas manusia sebagai khalifah dan kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.
Penurunan kebenaran atau hukum dalam ekonomi Islam selain didasarkan pada kebenaran deduktif wahyu Ilahi, Al-Qur’an dan Sunnah (ayat qauliyah) juga didukung oleh kebenaran induktif-empiris (ayat kauniyah). Ayat kauniyah berfungsi sebagai pendukung dan penguat dari kebenaran ayat qauliyah. Kebenaran akan ayat kauniyah ini masih dipengaruhi oleh penafsiran manusia terhadap fenomena sosial dan alam. Oleh karena itu, kebenaran induktif-empiris tidaklah mutlak. Mengenai sumber kebenaran induktif-empiris, manusia harus mencari sendiri dengan pengamatan, pengalaman masa lalu dan masa kini, serta perkiraan manusia terhadap masa depan.
Ayat kauniyah ini berwujud dengan fenomena yang ada dan terjadi pada alam semesta ini. Seperti penciptaan segala benda yang ada, baik di langit maupun di bumi. Air, udara, matahari, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya, merupakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang diciptakan dalam bentuk alam semesta beserta isinya. Ketika seseorang tidak mengimani wujud dari ayat-ayat Allah yang tercipta dalam bentuk fenomena alam, maka sulit baginya untuk melihat segala kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh alam ini.
Selain sumber ajaran ekonomi Islam ada pada ayat qauliyah dan ayat kauniyah, ada lagi yang menjadi sumber ajaran dari ekonomi Islam, yaitu ayat insaniyah. Ayat insaniyah merupakan kebesaran-kebesaran Allah yang ada pada diri manusia. Ayat insaniyah ini berdasarkan kepada nilai-nilai moral dan etika manusia dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Salah satunya ialah berkenaan dengan etos kerja.
Etos kerja dalam Islam pada hakikatnya merupakan bagian dari perwujudan eksistensi diri manusia dalam berbagai lapangan kehidupan manusia yang amat luas dan kompleks. Konsep Islam semacam itu diturunkan dari Al-Qur’an, seperti yang dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 30-33, yaitu bagaimana Allah telah menciptakan manusia (Adam) sebagai khalifah di bumi, dan diajarinya manusia (Adam) nama-nama benda (iptek), sehingga mengungguli malaikat dan setan. Dari keterangan ayat tersebut, Musa Asy’arie menarik kesimpulan bahwa diangkatnya manusia sebagai khalifah dikarenakan manusia mempunyai kelebihan daripada malaikat dan setan. Tugas utama seorang khalifah adalah untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi. Dan kemakmuran itu hanya dapat diwujudkan dengan cara mengembangkan pengetahuan konseptual pada lapangan kehidupan yang amat luas, melalui pengembangan ilmu pengetahuan.
Konsep khalifah pada prinsipnya bertumpu pada kemampuan seseorang dalam membangun pengetahuan konseptual. Sehingga, dengan kemampuan konseptualnya yang berbasis pada kreativitasnya itu, manusia dapat meneruskan tugas penciptaan. Alam dan kehidupan semesta ini bukanlah cetakan yang sudah final dan statis, tetapi sebagai proses yang dinamis, yang terkendali dalam sunatullah yang perkasa, yang memberi ruang kepada manusia untuk mewujudkan kreativitasnya, dalam lapangan kehidupan yang amat luas. Jika Tuhan menciptakan lautan, manusia membuat kapal untuk mengarunginya,  jika Tuhan menciptakan malam, manusia membuat lampu untuk meneranginya.
Sedangkan ‘abdun adalah bawaan kodrat semua ciptaan Tuhan, termasuk manusia. Dan kodrat manusia sebagai ‘abdun merupakan landasan moral yang mengharuskan ia tunduk kepada hukum-hukum dari Tuhan. Karena, seorang khalifah itu adalah eksistensi kreatif manusia, maka ia tetap harus menempatkan dirinya sebagai hamba (‘abd) dari Tuhan, yang tak pernah mutlak kekuasaannya. Jadi,  bersikap ‘abdun tidak berarti menjadi fatalis, tidak kreatif dan bermental budak. Dikatakan dalam Al-Qur’an, konsep khalifah dan ‘abdun itu sesungguhnya merupakan satu-kesatuan, yaitu menyatukan kemampuan kreativitas sebagai khalifah dengan kepatuhan moral-spiritual sebagai ‘abdun. Persatuan khalifah-‘abdun inilah tiang utama etos kerja dalam Islam.
Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:
a.    Alqur’anul Karim
Alqur’an adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum ekonomi Islam yang Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw guna memperbaiki, meluruskan dan membimbing Umat manusia kepada jalan yang benar. Didalam Alqur’an banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi Islam, salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam segala bidang termasuk ekonomi.
b.    Hadis dan Sunnah
Setelah Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis dan Sunnah. Yang mana para pelaku ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila didalam Alquran tidak terperinci secara lengkap tentang hukum ekonomi tersebut.
c.    Ijma'
Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun cara cendekiawan Agama, yang tidak terlepas dari Alquran dan Hadis.
d.   Ijtihad atau Qiyas
Ijtihad merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Sedangkan qiyas adalah pendapat yang merupakan alat pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran analogi.
e.    Istihsan, Istislah dan Istishab
Istihsan, Istislah dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah diterima oleh sebahagian kecil oleh keempat mazhab.

Sumber hukum yang disebutkan di atas merupakan jalan yang ditempuh demi mencapai kebahagiaan dunia-akhirat, atau biasa disebut dengan syariah. Syariah Islam berfungsi sebagai sumber informasi yang akan menunjukkan manusia pada kebahagiaan. Sumber hukum yang diakui oleh ahli hukum Islam terdiri dari sumber yang mutlak kebenarannya dan sumber yang memungkinkan dilakukannya rekodifikasi yang mengikuti perkembangan zaman.
Sumber yang pertama adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Sedangkan sumber yang kedua adalah sumber-sumber yang dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat atau perbedaan praktik. Sumber-sumber ini adalah istishan, maslahah mursalah, istishab dan urf (sumber metodologis). Dalam memahami sumber-sumber kedua ini, diperlukan proses pemikiran atau ijtihad. Ijtihad akan dinilai benar jika proses dan hasilnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Namun, apabila dari sumber-sumber tersebut ada yang bertentangan, antara satu dengan yang lain, maka Al-Qur’an dan Sunnah yang diutamakan. Karena, keduanya sumber hukum yang paling mutlak kebenarannya.
Seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa ekonomi Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam, sudah pasti bahwa ekonomi Islam memiliki tujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Dan untuk kebahagiaan tersebut, diperlukan cara-cara maupun metodologi untuk mencapainya. Seperti bagaimana cara bertransaksi maupun berekonomi yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam yang termaktub dalam ayat qauliyah, kauniyah dan insaniyah.
Karena keterbatasannya, manusia sudah tentu akan mencari sumber daripada ajaran tersebut, yang oleh umat Muslim sumber kebenaran yang paling mutlak berada pada Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya merupakan kebenaran deduktif (ayat qauliyah) dan sumber tersebut didukung oleh kebenaran empiris-induktif (ayat kauniyah) berupa fenomena terjadinya alam semesta beserta isinya. Selain itu, terdapat ayat insaniyah yang berbicara tentang tugas dari manusia, sebagai seorang khalifah-‘abdun.
Apabila pada sumber ajaran ekonomi tersebut bertentangan antara yang satu dengan yang lain, maka Al-Qur’an dan Sunnah yang utama karena merupakan sumber kebenaran mutlak. Begitulah ekonomi Islam yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam sehingga sumber ajarannya haruslah sesuai dengan Islam, guna mencapai kebahagiaan dunia-akhirat.

2.2    Konsep Ekonomi Dalam Islam
Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani/etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah al-Qur'an dan sunnah Rasul, yaitu dalam:
Qs.al-Ahzab:72       (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah). “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”
Qs.Hud:61               (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".
Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi, pertama, nilai-nilai keimanan (tauhid), kedua, nilai-nilai Islam (syariah), ketiga, nilai-nilai ihsan (etika).
1.    Pondasi nilai-nilai keimanan
Fungsi dan wilayah keimanan dalam Islam adalah pembenahan dan pembinaan hati atau jiwa manusia. Dengan nilai-nilai keimanan jiwa manusia dibentuk menjadi jiwa yang memiliki sandaran vertikal yang kokoh kepada Sang Khalik untuk tunduk kepada aturan main-Nya dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Pada kondisi demikian, jiwa manusia akan mampu mempertahankan serta menggali fitrah yang diamanahkan pada dirinya dan  menempatkan dirinya sebagai hamba Allah.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuui. QS. Ar Ruum [30]: 30
Ketika seluruh kegiatan ekonomi dibangun atas dasar nilai-nilai keimanan maka akan berdampak positif terhadap mental dan pemikiran pelaku ekonomi. Adapun efek positif itu antara lain;
Pertama; memiliki niat yang lurus dan visi misi yang besar
Dengan nilai keimanan, apapun bentuk ekonomi yang dilakukan akan  dipandang sebagai bentuk kegiatan ibadah, artinya aktivitas yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah SWT. Pelaku ekonomi akan menempatkan dirinya sebagai ‘abid (hamba) dihadapan Allah, sebagaimana diinformasikan dalam Al Quran bahwa setiap manusia pada awal kejadiannya dibangun sebagai ‘abid Sang Khalik.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Q S Adz – Dzariyaat, [51]: 56
Niat yang lurus dan kuat yang disandarkan kepada Allah SWT dalam bekerja, akan menjadi motivasi dan ruh kekuatan dalam setiap bentuk tindakan dan pengambilan keputusan. Setiap permasalahan tidak akan disikapi dengan emosional, akan tetapi disikapi secara rasional dan diputuskan secara spiritual.
Kedua; proses kegiatan usaha yang terukur dan terarah
Nilai-nilai keimanan yang bersemayam dalam setiap pribadi, akan berdampak positif dalam setiap ruang gerak pemikiran dan aktivitas. kegiatan usaha bukan semata-mata diarahkan kepada hasil (profit oriented), akan tetapi lebih memperhatikan cara atau proses. Ia akan berusaha menitik beratkan seluruh proses usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah yang dicontohkan oleh rasul-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam Q.S al-Hasyr, [59]: 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
Ketiga, dalam menilai hasil usaha menggunakan dua sudut pandang yaitu syari’at (dunia) dan hakikat (ukhrawi).
Bagi pelaku ekonomi yang menggunakan dua sudut pandang dalam menilai hasil sangat penting, karena dalam dunia usaha untung dan rugi-dalam kaca mata materi pasti terjadi, sehingga ketika hasil usaha dianggap rugi sekalipun ia masih punya harapan besar dan panjang karena masih ada keuntungan yang bersifat ukhrawi, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Q.S Faathiir, [35]: 29
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
2.    Pondasi Syariah
Fungsi syariah dalam agama untuk mengatur dan memelihara asfek-asfek lahiriyah umat manusia khusunya, baik yang berkaitan dengan individu, sosial dan lingkungan alam, sehingga terwujud keselarasan dan keharmonisan. Bagian kehidupan manusia yang diatur oleh syariat adalah asfek ekonomi. Al-quran dan as-sunah sebagai sumber dalam ajaran Islam banyak  memuat prinsif-prinsif mendasar dalam melakukan tindakan ekonomi baik secara eksplisit maupun inplisit. 
Diantara prinsip itu adalah sebagai berikut;
Ta'awun (saling membantu)
Manusia adalah makhluk social, dalam segala aktivitasnya tidak bisa menapikan orang lain termasul dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi. Dalam pandangan Islam kegiatan ekonomi termasuk bagian al-bar (kebaikan) dan ibadah, sehingga dalam pelaksanaannya diperintahkan untuk bertaawun (saling menolong). Sebagaimana firman Allah SWT Q S Al-Maidah [5]: 2
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Ketika taawun dijadikan landasan dalam berekonomi pelaku bisnis akan terhindar dari sikap-sikap yang merugikan orang lain termasuk sikap monopoli. Seorang produsen ia akan menjaga kualitas produksinya untuk membantu orang lain yang tidak mampu berproduksi, seorang pedagang punya tujuan membantu pembeli yang membutuhkan barang tertentu. Sehingga penjual tadi akan memberikan hak-hak bagi pembeli, penjual jasa bertujuan membantu orang yang membutuhkan jasanya, sehingga ia akan meningkatkan pelayanannya dan sebagainya.
Keadilan
Adil dalam pandangan Islam tidak diartikan sama rata, akan tetapi pengertiannya adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya atau hak-haknya. Sikap adil sangat diperlukan dalam setiap tindakan termasuk dalam tindakan berekonomi. dengan sikap adil setiap orang yang terlibat dalam kegiatan ekonomi akan memberikan dan  mendapatkan hak-haknya dengan benar. Dalam menentukan honor, harga, porsentase, ukuran, timbangan dan kerugian akan tepat dan terhindar dari sifat dzulmun (aniaya). Al-Quran memerintahkan setiap tindakan harus didasari dengan sikap adil, karena bentuk keadilan akan mendekatkan kepada ketaqwaan sebagaimana firman Allah SWT dalam Q S. al-Maidah, [5]: 8
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Logis  dan rasional tidak emosional
Islam adalah ajaran rasional dan senantiasa mengajak kepada umat manusia untuk memberdayakan potensi akal dalam mempelajari ayat-ayat Allah, baik ayat quraniyah maupun kauniyah. Dalam konteks ushul fikh syariat diturunkan oleh al-Hakim hanya bagi makhluk yang berakal. Dalam beberapa ayat sering disindir orang yang tidak memproduktifkan akal sehatnya, termasuk dalam tindakan ekonomi, setiap kegiatan ekonomi harus bersipat logis dan rasional tidak berdasarkan emosinal semata. sebagai contoh, ketika ingin membangun lembaga keuangan Islam di sebuah daerah jangan dilihat hanya penduduknya yang mayoritas muslim akan tetapi harus diperhatikan bagaimana kegiatan usaha, apa saja transaksi-transaksi yang terjadi, dan bagaimana mekanisme pasar yang ada.
Professional
Seorang muslim diperintahkan oleh Allah untuk bertindak dan berprilaku sebagaimana berprilakunya Allah, sebagaimana Rasulullah menyeru kepada umatnya, “berakhlaklah kalian sebagaimana akhlak Alah”. Ada beberapa tindakan Allah yang perlu dicontoh, seperti, memanagemen jagat raya dengan planning yang tepat, ketelitian dan perhitungan yang akurat. Bagi muslim dalam berekonomi tentu harus punya managemen yang kokoh, planning yang terarah, tindakan  dan perhitungan ekonomi yang cermat dan akurat yang semua itu menjadi indicator pada propesionalime ekonomi
3.    Pondasi Ihsan Etika Islam
Fungsi ihsan dalam agama sebagai alat control dan evaluasi terhadap bentuk-bentuk kegiatan ibadah, sehingga aktivitas manusia akan lebih terarah dan maju. Fungsi tersebut selaras dengan definisinya sendiri yaitu, ketika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat (mengontrol) engkau. Ketika tindakan ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan produktif sebagai berikut:
Amanah (jujur)
Amanah dalam bahasa arab berdekatan dengan makna iman (percaya) dan berasal dari akar kata yang sama yaitu aman. Sifat ini  muncul dari penghayatan ihsan. Bagi pelaku ekonomi yang memiliki sifat amanah akan mengakui dengan penuh kesadaran bahwa seluruh komponen ekonomi; pikiran, tenaga, harta, dan segalanya adalah milik dan titipan Allah, sehingga dalam menjalani aktivitas usaha akan berhati-hati dan waspada serta terhindar dari sipat ceroboh dan sombong karena pemilik perusahaan itu adalah Allah SWT.
Sabar
Sabar diartikan sebagai sikap tangguh dalam menghadapi seluruh persoalan kehidupan termasuk dalam berekonomi. Sifat ini muncul dari proses panjang aktivitas ibadah yang senantiasa diawasi dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses tindakan usaha tidak akan lepas dari kendala dan problem, maka kesabaran mutlak dibutuhkan. Dengan sifat ini sebesar apapun problem usaha akan disikapi dengan pikiran-pikiran positif dan hati yang jernih.
Adapun efek positif dari sifat sabar, antara lain: Pertama, segala kendala usaha dinilai sebagai pembelajaran untuk meningkatkan etos kerja. Kedua, akan siap menghadapi berbagai  bentuk kendala usaha dan tidak menghindarinya. Ketiga, akan mampu mengklasifikasi kendala dan  menempatkannya sehingga akan mendapatkan solusi yang tepat.
Tawakal
Tawakal berasal dari bahasa arab yang akar katanya berasal dari <span>wakala</span> yang mengandung arti wakil. Maka tawakal diartikan sikap mewakilkan atau menyerahkan penuh segala hasil usaha kepada Allah SWT. Sikap tersebut muncul dari nilai-nilai ihsan. Islam tidak melarang pelaku bisnis mendapatkan keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil usaha yang dilakukan oleh seseorang masih bersifat relative, bisa untung atau rugi. Bagi pelaku usaha yang menyerahkan segala hasil kepada Allah tidak punya beban mental yang berlebihan dan ketika hasilnya untung tidak akan lupa diri dan apaila rugi tidak akan pesimis dan putus asa. Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Q.S al – Ma’arij [70]: 5
Qanaah
Qanaah dalam berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan sederhana dalam tindakan usaha. Sikap ini terbentuk dari interaksi yang kuat antara hamba dengan sang khalik. Efisiensi dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk mengurangi dan menekan beban pembiyayaan usaha, sehingga kalau Usaha yang dilakukan itu bidang produksi maka akan menghasilkan prodak yang murah. Demikian pula sikap qanaah terhadap hasil berupa keuntungan ia akan membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pokok terhindar dari sikap boros dan mubadzir.
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Q.S al – Israa’ [17]: 26
Wara
Wara dalam berekonomi diartikan sikap berhati-hati dalam seluruh tindakan ekonomi. Sikap ini tumbuh dari kesadaran penuh terhadap pengawasan Allah yang sangat ketat dan teliti. Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha, mulai dari membuat planning, operasional dan mengontrol usaha dan akan menjauhkan pelaku bisnis dari sikap ceroboh.
Ketiga prinsip dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya; akan tetapi harus terintegrasi pada setiap diri pelaku ekonomi.  Ketika hal ini terwujud maka akan tercipta pelaku bisnis  profesianal yang shaleh dan tatanan ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan produktif.












B A B III  P E N U T U P

3.1    Kesimpulan
Ekonomi Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi logis. Ekonomi Islam merupakan racikan resep ekonomi yang digali dari Al-Qur’an dan Hadits. Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh meragukan kandungan ajaran Al-Qur’an. Namun, kita perlu merumuskan praktik-praktik ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tetapi tidak menyalahi prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Islam meyakini bahwa sumber kebenaran mutlak yang berlaku untuk setiap aspek kehidupan pada ruang dan waktu yaitu, Al-Qur’an dan Sunnah yang merupakan kebenaran deduktif wahyu Ilahi (ayat qauliyah). Yang mana, dari kedua sumber kebenaran inilah yang menjadi dasar pengambilan keputusan ekonomi. Yang dimaksud dengan ayat qauliyah adalah kehendak Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an. Juga Sunnah nabi Muhammad Saw.


















D A F T A R   P U S T A K A

3.    Karim, M.A S.E, Adiwarman. Ir.,Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, The International Institut of Islamic Thought Indonesia, 2001, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INFLASI: KURVA PHILLIPS

MODEL DINAMIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN AGREGRATE Seperti namanya, model baru ini menekankan sifat dinamis dari fluktuasi ekonomi sebagai &qu...