B A B I P E N D A H U L U A N
1.1
Latar
Belakang
Perkembangan
ekonomi Islam dalam tataran
praktis maupun akademis sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari data statistik
perbankan syari’ah yang dikeluarkan tiap bulannya oleh bank Indonesia, juga
penelitian di bidang perbankan syari’ah, mulai dari soal faktor-faktor yang
memengaruhi minat masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syari’ah, bidang
investasi syari’ah, hingga soal model pemberdayaan dana zakat di Indonesia.
Ekonomi Islam
sebagai salah satu cabang dari ajaran yang ada di dalam agama Islam. Sebagai
salah satu dari ajaran dalam Islam, tentulah tujuan dari Ekonomi Islam harus
sama dengan tujuan dari syariah. Yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta. Semua itu, tidak lain dimaksudkan agar dapat terciptanya kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat. Dan untuk mencapai kebahagiaan yang seperti itu,
tentulah diperlukan sarana atau media agar kebahagiaan tersebut dapat terwujud.
Dan kesemuaan daripada sarana untuk mencapai kebahagiaan tersebut, Allah
cerminkan ke dalam bentuk ayat-ayat qauliyah, kauniyah dan insaniyah.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa saja Sumber-sumber konsep ekonomi dalam Islam?
2.
Apa Konsep ekonomi dalam Islam?
1.3 Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui Sumber-sumber konsep ekonomi dalam
Islam.
2.
Untuk mengetahui Konsep ekonomi dalam Islam.
B A B II P E
M B A H A S A N
2.1
Sumber-Sumber
Konsep Ekonomi Dalam Islam
Ekonomi
Islam dibangun atas dasar agama Islam. Oleh karena itu, ekonomi Islam merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari agama Islam. Dan sebagai bagian yang tak terpisahkan,
tentunya ekonomi Islam akan mengikuti segala aspek yang ada pada ajaran Islam.
Ekonomi
Islam bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Guna mencapai
kebahagiaan tersebut, diperlukan suatu langkah metodologis untuk mengetahui
seperti apa kriteria perilaku maupun perekonomian yang dikatakan benar menurut
Islam. Karenanya, digunakanlah metodologi ekonomi Islam untuk mengetahui
seperti apa kriteria yang benar menurut Islam. Tujuan utama dari
langkah-langkah metodologis tersebut adalah untuk membantu mencari kebenaran
yang dimaksud. Islam meyakini bahwa sumber kebenaran mutlak yang berlaku untuk
setiap aspek kehidupan pada ruang dan waktu yaitu, Al-Qur’an dan Sunnah yang
merupakan kebenaran deduktif wahyu Ilahi (ayat qauliyah). Yang mana, dari kedua
sumber kebenaran inilah yang menjadi dasar pengambilan keputusan ekonomi.
Proses dalam pengambilan keputusan ekonomi tersebut disebut sebagai
rasionalitas Islam.
Yang
dimaksud dengan ayat qauliyah adalah kehendak Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an.
Yaitu 30 juz 114 surah dan 6236 ayat yang ada di dalamnya. Juga Sunnah nabi
Muhammad Saw. Inti dari isi Al Qur'an adalah ketauhidan. Dengan ketauhidan ini,
akan menjembatani setiap amal perbuatan yang dilakukan manusia sampai menuju
akhirat. Artinya, dengan adanya keyakinan tauhid ini, manusia akan percaya
bahwasanya setiap amal perbuatan yang dilakukannya, baik maupun buruk akan
mendapatkan balasan yang setimpal di akhirat kelak. Karena, disebutkan dalam
Al-Qur’an bahwa tugas manusia sebagai khalifah dan kelak akan dimintai
pertanggung jawabannya.
Penurunan
kebenaran atau hukum dalam ekonomi Islam selain didasarkan pada kebenaran
deduktif wahyu Ilahi, Al-Qur’an dan Sunnah (ayat qauliyah) juga didukung oleh
kebenaran induktif-empiris (ayat kauniyah). Ayat kauniyah berfungsi sebagai
pendukung dan penguat dari kebenaran ayat qauliyah. Kebenaran akan ayat
kauniyah ini masih dipengaruhi oleh penafsiran manusia terhadap fenomena sosial
dan alam. Oleh karena itu, kebenaran induktif-empiris tidaklah mutlak. Mengenai
sumber kebenaran induktif-empiris, manusia harus mencari sendiri dengan
pengamatan, pengalaman masa lalu dan masa kini, serta perkiraan manusia
terhadap masa depan.
Ayat
kauniyah ini berwujud dengan fenomena yang ada dan terjadi pada alam semesta
ini. Seperti penciptaan segala benda yang ada, baik di langit maupun di bumi.
Air, udara, matahari, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya, merupakan sebagian
dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang diciptakan dalam bentuk alam semesta
beserta isinya. Ketika seseorang tidak mengimani wujud dari ayat-ayat Allah
yang tercipta dalam bentuk fenomena alam, maka sulit baginya untuk melihat
segala kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh alam ini.
Selain
sumber ajaran ekonomi Islam ada pada ayat qauliyah dan ayat kauniyah, ada lagi
yang menjadi sumber ajaran dari ekonomi Islam, yaitu ayat insaniyah. Ayat
insaniyah merupakan kebesaran-kebesaran Allah yang ada pada diri manusia. Ayat
insaniyah ini berdasarkan kepada nilai-nilai moral dan etika manusia dalam
menjalankan kegiatan ekonomi. Salah satunya ialah berkenaan dengan etos kerja.
Etos kerja
dalam Islam pada hakikatnya merupakan bagian dari perwujudan eksistensi diri
manusia dalam berbagai lapangan kehidupan manusia yang amat luas dan kompleks.
Konsep Islam semacam itu diturunkan dari Al-Qur’an, seperti yang dijelaskan
dalam surah Al-Baqarah ayat 30-33, yaitu bagaimana Allah telah menciptakan
manusia (Adam) sebagai khalifah di bumi, dan diajarinya manusia (Adam)
nama-nama benda (iptek), sehingga mengungguli malaikat dan setan. Dari
keterangan ayat tersebut, Musa Asy’arie menarik kesimpulan bahwa diangkatnya
manusia sebagai khalifah dikarenakan manusia mempunyai kelebihan daripada
malaikat dan setan. Tugas utama seorang khalifah adalah untuk memakmurkan
kehidupan di muka bumi. Dan kemakmuran itu hanya dapat diwujudkan dengan cara
mengembangkan pengetahuan konseptual pada lapangan kehidupan yang amat luas,
melalui pengembangan ilmu pengetahuan.
Konsep
khalifah pada prinsipnya bertumpu pada kemampuan seseorang dalam membangun
pengetahuan konseptual. Sehingga, dengan kemampuan konseptualnya yang berbasis
pada kreativitasnya itu, manusia dapat meneruskan tugas penciptaan. Alam dan
kehidupan semesta ini bukanlah cetakan yang sudah final dan statis, tetapi
sebagai proses yang dinamis, yang terkendali dalam sunatullah yang perkasa,
yang memberi ruang kepada manusia untuk mewujudkan kreativitasnya, dalam
lapangan kehidupan yang amat luas. Jika Tuhan menciptakan lautan, manusia
membuat kapal untuk mengarunginya, jika Tuhan menciptakan malam, manusia
membuat lampu untuk meneranginya.
Sedangkan ‘abdun
adalah bawaan kodrat semua ciptaan Tuhan, termasuk manusia. Dan kodrat
manusia sebagai ‘abdun merupakan landasan moral yang mengharuskan ia
tunduk kepada hukum-hukum dari Tuhan. Karena, seorang khalifah itu adalah
eksistensi kreatif manusia, maka ia tetap harus menempatkan dirinya sebagai
hamba (‘abd) dari Tuhan, yang tak pernah mutlak kekuasaannya.
Jadi, bersikap ‘abdun tidak berarti menjadi fatalis, tidak kreatif
dan bermental budak. Dikatakan dalam Al-Qur’an, konsep khalifah dan ‘abdun
itu sesungguhnya merupakan satu-kesatuan, yaitu menyatukan kemampuan
kreativitas sebagai khalifah dengan kepatuhan moral-spiritual sebagai ‘abdun.
Persatuan khalifah-‘abdun inilah tiang utama etos kerja dalam Islam.
Adapun
sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:
a.
Alqur’anul Karim
Alqur’an adalah sumber utama, asli, abadi,
dan pokok dalam hukum ekonomi Islam yang Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw
guna memperbaiki, meluruskan dan membimbing Umat manusia kepada jalan yang
benar. Didalam Alqur’an banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi Islam,
salah satunya dalam surat An-Nahl
ayat 90 yang mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam
segala bidang termasuk ekonomi.
b.
Hadis dan Sunnah
Setelah
Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis
dan Sunnah. Yang mana para pelaku
ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila didalam Alquran tidak
terperinci secara lengkap tentang hukum ekonomi tersebut.
c.
Ijma'
Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga,
yang mana merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun cara cendekiawan
Agama, yang tidak terlepas dari Alquran dan Hadis.
d.
Ijtihad atau Qiyas
Ijtihad merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit banyaknya
kemungkinan suatu persoalan syariat.
Sedangkan qiyas adalah pendapat yang merupakan alat pokok ijtihad yang
dihasilkan melalui penalaran analogi.
e.
Istihsan, Istislah dan Istishab
Istihsan, Istislah
dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah diterima oleh
sebahagian kecil oleh keempat mazhab.
Sumber hukum
yang disebutkan di atas merupakan jalan yang ditempuh demi mencapai kebahagiaan
dunia-akhirat, atau biasa disebut dengan syariah. Syariah Islam berfungsi
sebagai sumber informasi yang akan menunjukkan manusia pada kebahagiaan. Sumber
hukum yang diakui oleh ahli hukum Islam terdiri dari sumber yang mutlak
kebenarannya dan sumber yang memungkinkan dilakukannya rekodifikasi yang
mengikuti perkembangan zaman.
Sumber yang
pertama adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Sedangkan sumber yang kedua
adalah sumber-sumber yang dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat atau
perbedaan praktik. Sumber-sumber ini adalah istishan, maslahah mursalah,
istishab dan urf (sumber metodologis). Dalam memahami sumber-sumber
kedua ini, diperlukan proses pemikiran atau ijtihad. Ijtihad akan dinilai benar
jika proses dan hasilnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Namun,
apabila dari sumber-sumber tersebut ada yang bertentangan, antara satu dengan
yang lain, maka Al-Qur’an dan Sunnah yang diutamakan. Karena, keduanya sumber
hukum yang paling mutlak kebenarannya.
Seperti yang
telah dikatakan di atas, bahwa ekonomi Islam merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari ajaran Islam. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ajaran
Islam, sudah pasti bahwa ekonomi Islam memiliki tujuan untuk mencapai
kebahagiaan dunia-akhirat. Dan untuk kebahagiaan tersebut, diperlukan cara-cara
maupun metodologi untuk mencapainya. Seperti bagaimana cara bertransaksi maupun
berekonomi yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam yang termaktub dalam ayat
qauliyah, kauniyah dan insaniyah.
Karena
keterbatasannya, manusia sudah tentu akan mencari sumber daripada ajaran
tersebut, yang oleh umat Muslim sumber kebenaran yang paling mutlak berada pada
Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya merupakan kebenaran deduktif (ayat qauliyah) dan
sumber tersebut didukung oleh kebenaran empiris-induktif (ayat kauniyah) berupa
fenomena terjadinya alam semesta beserta isinya. Selain itu, terdapat ayat
insaniyah yang berbicara tentang tugas dari manusia, sebagai seorang khalifah-‘abdun.
Apabila pada sumber ajaran ekonomi
tersebut bertentangan antara yang satu dengan yang lain, maka Al-Qur’an dan
Sunnah yang utama karena merupakan sumber kebenaran mutlak. Begitulah ekonomi
Islam yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam sehingga sumber
ajarannya haruslah sesuai dengan Islam, guna mencapai kebahagiaan
dunia-akhirat.
2.2 Konsep Ekonomi Dalam Islam
Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim
(kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara
keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung
kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan
kebendaan dan keperluan rohani/etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman
ekonomi Islam adalah al-Qur'an dan sunnah Rasul, yaitu dalam:
Qs.al-Ahzab:72
(Manusia sebagai makhluk pengemban amanat
Allah). “Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh”
Qs.Hud:61
(Untuk
memakmurkan kehidupan di bumi).
“Dan kepada Tsamud (Kami utus)
saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari
bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya,
kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya)
lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".
Seluruh
bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi, pertama, nilai-nilai keimanan (tauhid),
kedua, nilai-nilai Islam (syariah),
ketiga, nilai-nilai ihsan (etika).
1.
Pondasi nilai-nilai keimanan
Fungsi dan
wilayah keimanan dalam Islam adalah pembenahan dan pembinaan hati atau jiwa
manusia. Dengan nilai-nilai keimanan jiwa manusia dibentuk menjadi jiwa yang
memiliki sandaran vertikal yang kokoh kepada Sang Khalik untuk tunduk kepada
aturan main-Nya dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Pada kondisi demikian,
jiwa manusia akan mampu mempertahankan serta menggali fitrah yang diamanahkan
pada dirinya dan menempatkan dirinya sebagai hamba Allah.
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuui. QS. Ar Ruum [30]: 30
Ketika
seluruh kegiatan ekonomi dibangun atas dasar nilai-nilai keimanan maka akan
berdampak positif terhadap mental dan pemikiran pelaku ekonomi. Adapun efek
positif itu antara lain;
Pertama; memiliki
niat yang lurus dan visi misi yang besar
Dengan nilai
keimanan, apapun bentuk ekonomi yang dilakukan akan dipandang sebagai
bentuk kegiatan ibadah, artinya aktivitas yang diperintahkan dan diridhoi oleh
Allah SWT. Pelaku ekonomi akan menempatkan dirinya sebagai ‘abid (hamba)
dihadapan Allah, sebagaimana diinformasikan dalam Al Quran bahwa setiap manusia
pada awal kejadiannya dibangun sebagai ‘abid Sang Khalik.
Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Q S Adz
– Dzariyaat, [51]: 56
Niat yang
lurus dan kuat yang disandarkan kepada Allah SWT dalam bekerja, akan menjadi
motivasi dan ruh kekuatan dalam setiap bentuk tindakan dan pengambilan
keputusan. Setiap permasalahan tidak akan disikapi dengan emosional, akan
tetapi disikapi secara rasional dan diputuskan secara spiritual.
Kedua; proses
kegiatan usaha yang terukur dan terarah
Nilai-nilai
keimanan yang bersemayam dalam setiap pribadi, akan berdampak positif dalam
setiap ruang gerak pemikiran dan aktivitas. kegiatan usaha bukan semata-mata
diarahkan kepada hasil (profit oriented), akan tetapi lebih
memperhatikan cara atau proses. Ia akan berusaha menitik beratkan seluruh
proses usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah yang dicontohkan oleh
rasul-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam Q.S al-Hasyr, [59]: 7
Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya.
Ketiga, dalam
menilai hasil usaha menggunakan dua sudut pandang yaitu syari’at (dunia)
dan hakikat (ukhrawi).
Bagi pelaku
ekonomi yang menggunakan dua sudut pandang dalam menilai hasil sangat penting,
karena dalam dunia usaha untung dan rugi-dalam kaca mata materi pasti terjadi,
sehingga ketika hasil usaha dianggap rugi sekalipun ia masih punya harapan
besar dan panjang karena masih ada keuntungan yang bersifat ukhrawi,
sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Q.S Faathiir, [35]: 29
Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi,
2.
Pondasi Syariah
Fungsi
syariah dalam agama untuk mengatur dan memelihara asfek-asfek lahiriyah umat
manusia khusunya, baik yang berkaitan dengan individu, sosial dan lingkungan
alam, sehingga terwujud keselarasan dan keharmonisan. Bagian kehidupan manusia
yang diatur oleh syariat adalah asfek ekonomi. Al-quran dan as-sunah sebagai
sumber dalam ajaran Islam banyak memuat prinsif-prinsif mendasar dalam
melakukan tindakan ekonomi baik secara eksplisit maupun inplisit.
Diantara
prinsip itu adalah sebagai berikut;
Ta'awun (saling
membantu)
Manusia
adalah makhluk social, dalam segala aktivitasnya tidak bisa menapikan orang
lain termasul dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi. Dalam pandangan Islam
kegiatan ekonomi termasuk bagian al-bar (kebaikan) dan ibadah, sehingga dalam pelaksanaannya
diperintahkan untuk bertaawun (saling menolong). Sebagaimana firman Allah SWT Q
S Al-Maidah [5]: 2
dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Ketika
taawun dijadikan landasan dalam berekonomi pelaku bisnis akan terhindar dari
sikap-sikap yang merugikan orang lain termasuk sikap monopoli. Seorang produsen
ia akan menjaga kualitas produksinya untuk membantu orang lain yang tidak mampu
berproduksi, seorang pedagang punya tujuan membantu pembeli yang membutuhkan
barang tertentu. Sehingga penjual tadi akan memberikan hak-hak bagi pembeli,
penjual jasa bertujuan membantu orang yang membutuhkan jasanya, sehingga ia
akan meningkatkan pelayanannya dan sebagainya.
Keadilan
Adil dalam
pandangan Islam tidak diartikan sama rata, akan tetapi pengertiannya adalah menempatkan
sesuatu sesuai dengan proporsinya atau hak-haknya. Sikap adil sangat diperlukan
dalam setiap tindakan termasuk dalam tindakan berekonomi. dengan sikap adil
setiap orang yang terlibat dalam kegiatan ekonomi akan memberikan dan
mendapatkan hak-haknya dengan benar. Dalam menentukan honor, harga,
porsentase, ukuran, timbangan dan kerugian akan tepat dan terhindar dari sifat dzulmun
(aniaya). Al-Quran memerintahkan setiap tindakan harus didasari dengan
sikap adil, karena bentuk keadilan akan mendekatkan kepada ketaqwaan
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q S. al-Maidah, [5]: 8
Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Logis
dan rasional tidak emosional
Islam adalah
ajaran rasional dan senantiasa mengajak kepada umat manusia untuk memberdayakan
potensi akal dalam mempelajari ayat-ayat Allah, baik ayat quraniyah maupun
kauniyah. Dalam konteks ushul fikh syariat diturunkan oleh al-Hakim hanya bagi
makhluk yang berakal. Dalam beberapa ayat sering disindir orang yang tidak
memproduktifkan akal sehatnya, termasuk dalam tindakan ekonomi, setiap kegiatan
ekonomi harus bersipat logis dan rasional tidak berdasarkan emosinal semata.
sebagai contoh, ketika ingin membangun lembaga keuangan Islam di sebuah daerah
jangan dilihat hanya penduduknya yang mayoritas muslim akan tetapi harus
diperhatikan bagaimana kegiatan usaha, apa saja transaksi-transaksi yang
terjadi, dan bagaimana mekanisme pasar yang ada.
Professional
Seorang
muslim diperintahkan oleh Allah untuk bertindak dan berprilaku sebagaimana
berprilakunya Allah, sebagaimana Rasulullah menyeru kepada umatnya, “berakhlaklah
kalian sebagaimana akhlak Alah”. Ada beberapa tindakan Allah yang perlu
dicontoh, seperti, memanagemen jagat raya dengan planning yang tepat,
ketelitian dan perhitungan yang akurat. Bagi muslim dalam berekonomi tentu
harus punya managemen yang kokoh, planning yang terarah, tindakan dan
perhitungan ekonomi yang cermat dan akurat yang semua itu menjadi indicator
pada propesionalime ekonomi
3.
Pondasi Ihsan Etika Islam
Fungsi ihsan
dalam agama sebagai alat control dan evaluasi terhadap bentuk-bentuk kegiatan
ibadah, sehingga aktivitas manusia akan lebih terarah dan maju. Fungsi tersebut
selaras dengan definisinya sendiri yaitu, ketika engkau beribadah kepada
Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak mampu melihat-Nya
maka sesungguhnya Allah melihat (mengontrol) engkau. Ketika tindakan
ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan
produktif sebagai berikut:
Amanah
(jujur)
Amanah dalam
bahasa arab berdekatan dengan makna iman (percaya) dan berasal dari akar kata
yang sama yaitu aman. Sifat ini muncul dari penghayatan ihsan.
Bagi pelaku ekonomi yang memiliki sifat amanah akan mengakui dengan penuh
kesadaran bahwa seluruh komponen ekonomi; pikiran, tenaga, harta, dan segalanya
adalah milik dan titipan Allah, sehingga dalam menjalani aktivitas usaha akan
berhati-hati dan waspada serta terhindar dari sipat ceroboh dan sombong karena
pemilik perusahaan itu adalah Allah SWT.
Sabar
Sabar
diartikan sebagai sikap tangguh dalam menghadapi seluruh persoalan kehidupan
termasuk dalam berekonomi. Sifat ini muncul dari proses panjang aktivitas
ibadah yang senantiasa diawasi dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses
tindakan usaha tidak akan lepas dari kendala dan problem, maka kesabaran mutlak
dibutuhkan. Dengan sifat ini sebesar apapun problem usaha akan disikapi dengan
pikiran-pikiran positif dan hati yang jernih.
Adapun efek
positif dari sifat sabar, antara lain: Pertama, segala kendala usaha
dinilai sebagai pembelajaran untuk meningkatkan etos kerja. Kedua, akan
siap menghadapi berbagai bentuk kendala usaha dan tidak menghindarinya. Ketiga,
akan mampu mengklasifikasi kendala dan menempatkannya sehingga akan
mendapatkan solusi yang tepat.
Tawakal
Tawakal
berasal dari bahasa arab yang akar katanya berasal dari <span>wakala</span>
yang mengandung arti wakil. Maka tawakal diartikan sikap mewakilkan
atau menyerahkan penuh segala hasil usaha kepada Allah SWT. Sikap tersebut
muncul dari nilai-nilai ihsan. Islam tidak melarang pelaku bisnis mendapatkan
keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil usaha yang dilakukan oleh
seseorang masih bersifat relative, bisa untung atau rugi. Bagi pelaku usaha
yang menyerahkan segala hasil kepada Allah tidak punya beban mental yang
berlebihan dan ketika hasilnya untung tidak akan lupa diri dan apaila rugi
tidak akan pesimis dan putus asa. Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang
baik. Q.S al – Ma’arij [70]: 5
Qanaah
Qanaah dalam
berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan sederhana dalam tindakan
usaha. Sikap ini terbentuk dari interaksi yang kuat antara hamba dengan
sang khalik. Efisiensi dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk
mengurangi dan menekan beban pembiyayaan usaha, sehingga kalau Usaha yang
dilakukan itu bidang produksi maka akan menghasilkan prodak yang murah.
Demikian pula sikap qanaah terhadap hasil berupa keuntungan ia akan
membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pokok terhindar
dari sikap boros dan mubadzir.
Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Q.S al – Israa’ [17]: 26
Wara
Wara dalam
berekonomi diartikan sikap berhati-hati dalam seluruh tindakan ekonomi.
Sikap ini tumbuh dari kesadaran penuh terhadap pengawasan Allah yang sangat
ketat dan teliti. Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha, mulai
dari membuat planning, operasional dan mengontrol usaha dan akan menjauhkan
pelaku bisnis dari sikap ceroboh.
Ketiga
prinsip dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya; akan tetapi
harus terintegrasi pada setiap diri pelaku ekonomi. Ketika hal ini
terwujud maka akan tercipta pelaku bisnis profesianal yang shaleh dan
tatanan ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan produktif.
B
A B III P E N U T U P
3.1
Kesimpulan
Ekonomi
Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan
kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka,
yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun
menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi logis. Ekonomi Islam merupakan
racikan resep ekonomi yang digali dari Al-Qur’an dan Hadits. Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh meragukan
kandungan ajaran Al-Qur’an. Namun, kita perlu merumuskan praktik-praktik
ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tetapi tidak menyalahi
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Islam meyakini bahwa sumber
kebenaran mutlak yang berlaku untuk setiap aspek kehidupan pada ruang dan waktu
yaitu, Al-Qur’an dan Sunnah yang merupakan kebenaran deduktif wahyu Ilahi (ayat
qauliyah). Yang mana, dari kedua sumber kebenaran inilah yang menjadi dasar
pengambilan keputusan ekonomi. Yang dimaksud dengan ayat qauliyah adalah
kehendak Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an. Juga Sunnah nabi Muhammad Saw.
D
A F T A R P U S T A K A
3. Karim, M.A
S.E, Adiwarman. Ir.,Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam, The International Institut of Islamic Thought Indonesia, 2001, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar